TERPAPAR COVID-19. RAMADHAN KESEMBILAN

On Senin, 04 Mei 2020 0 komentar




RAMADHAN KESEMBILAN

DODI INDRA, S.S
GURU SMPN BERNAS

Andika. Pria ini sering dipanggil Andi. Dia adalah seorang ayah dari empat orang anak yang kini mulai menginjak remaja. Istrinya meninggal 13 tahun yang lalu sewaktu melahirkan dua anak terakhir mereka. Setiap hari Andi dan keluarganya hidup dalam keprihatinan. Andi tidak  memiliki pekerjaan tetap. Dulu ia bekerja di pabrik sepatu tapi sekarang tidak lagi. Dia juga pernah bekerja serabutan. Dia jadi tukang bagunan. Kuli angkut di pasar. Pencuci motor dan mobill di car wash. Yang penting dia mendapat uang halal untuk menghidupi keluarganya.
Keempat anaknya tidak ada lagi yang bersekolah. Mereka tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi bahkan ada yang berhenti begitu saja dari sekolah.  Ketiadaan biayalah yang  membuat Andi terpaksa harus memupus cita-cita anaknya. Anak pertamanya perempuan dan hanya lulusan SMP. Sekarang si sulung bekerja sebagai asisten rumah tangga di kota. Anak keduanya laki-laki. Anak satu-satunya laki-laki ini tidak tamat SMP. Di kelas IX dia memutuskan tidak sekolah lagi. Dia tergiur dengan bujukan temannya untuk pergi merantau ke Jakarta. Sudah hampir dua tahun anak bujangnya itu pergi. Sampai sekarang dia tak tahu nasip anaknya itu. Tiada kabar berita yang dia terima sejak kepergiannya.
Dua anak terakhirnya kembar. Andana dan Andini. Keduanya terpaksa berhenti sekolah. Mereka tamat SD tahun lalu. Ketika hendak melanjutkan ke SMP tak satu pun sekolah negeri yang menerimanya. Andi tidak tahu apa alasannya. Yang dia dengar kata- kata zonasi. Dan memang tempat tinggal mereka cukup jauh dari semua SMP Negeri. Dia juga tak punya kenalan untuk membantu memasukkan anaknya walaupun nilai rapor kedua buah hatinya lumayan tinggi. Untuk melanjutkan ke sekolah swasta tentu Andi tidak sanggup. Biayanya sangat mahal. Apalagi untuk membiayai kedua anak kembarnya sekaligus.
Satu tahun terakhir ini Andi bekerja sebagai tukang parkir di sebuah toko pakaian. Toko pakaian itu lumayan besar dan banyak pembelinya. Namun satu bulan terakhir  pembeli mulai berkurang. Bahkan sudah  dua minggu toko pakaian ditutup paksa  oleh aparat keamanan. Andi tidak mengerti dengan jelas mengapa toko ditutup oleh aparat keamanan tersebut. Kabar yang dia terima, toko di tutup karena adanya wabah penyakit bernama Covid -19.
Covid-19. Andi tak paham penyakit apa itu. Sampai akhirnya teman satu profesinya memberi tahu. Covid-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh sejenis virus. Namanya virus corona. Penyakit ini  baru ditemukan. Ini merupakan virus baru dan penyakit yang sebelumnya tidak dikenal sebelum terjadi wabah di Wuhan, Tiongkok, bulan Desember 2019. Penyakit ini sudah menyerang seluruh dunia tidak terkecuali Indonesia.
Semenjak ditutupnya toko, otomatis mata pencaharian Andi berhenti. Uang simpanannya dikeruk tiap hari. Simpanan yang tak seberapa itu pun akhirnya habis. Uang terakhirnya dipakai  membeli 3 kilo beras dan lauk seadanya untuk buka puasa hari pertama. Buka puasa hari kedua dan ketiga mereka hanya makan nasi dengan cabe sisa belanja dua hari yang lalu. Tanpa sayur dan lauk. Apalagi cendol dan serabi.
Rezeki memang tak berpintu. Buka hari keempat tetangga sebelahnya datang membawakan lauk dan takjil. Untung masih ada satu gelas beras terakhir yang mereka punya. Sehingga lauk tetangga dapat mereka nikmati dengan nasi. Itu pun harus dibagi untuk makan sahur esok pagi.
Dua Ramadhan selanjutnya Andi dan dua anak kembarnya sahur dengan air putih hangat kuku. Berbuka hanya dengan rebus ubi yang dipanen dari sudut rumah kontrakannya. Ubi itu belum saatnya dipanen. Terpaksa dicabutnya untuk menu buka puasa. Hasilnya pun juga dibagi dua, untuk buka hari kelima dan hari keenam.
Hari ini sudah Ramadhan kesembilan. Andi tak tahu apa yang harus diperbuatnya. Ramadhan ketujuh dan kedelapan mereka harus  ikhlas berbuka dan sahur hanya dengan air putih. Rasanya tak mungkin dia membiarkan perut kedua anak kembarnya menjerit pilu kelaparan hari ini. Andi mondar-mandir. Nampak sekali laki–laki lima puluh tahunan itu kebingungan. Sebentar lagi azan Magrib akan berkumandang. Saatnya untuk berbuka. Namun tak ada secuil makanan pun yang tersedia. Hanya air putih dalam cerek yang kini isinya sudah setengah.
“Ayah…!” Andini mendekati ayahnya.
“Dari tadi ayah bolak-balik saja. Keluar masuk. Masuk keluar. Ada apa Ayah?”
Andi memandang kedua anaknya. Perasaannya teriris. Hatinya merintih. Dua anak yang kini menginjak remaja itu tampak kurus dan pucat.
“Ayah mikirin makanan buat buka kita hari ini?” Andana menambahkan.
Andi tergagap. Mulutnya kaku untuk berbicara. Haruskah ia jujur mengakui apa yang sedang dipikirkannya. Ataukah berbohong hanya sekedar membesarkan hati kedua anaknya.
“Ayah… Ayah tak ada apa-apa!’ jawab Andi sekenanya.
“Ayah jangan bohong!” kami…” Belum selesai Andini berbicara terdengar pintu diketuk dari luar.
“Assalamulaikum”
Andi dan kedua gadis kecil itu saling pandang. Terdengar suara wanita di depan rumah. Ada secuil harapan disana.
Bergegas anak beranak itu keluar menuju teras rumah.
“Waalaikumsalam.” Jawab Andi setelah membuka daun pintu rumahnya. Di sana berdiri buk Trisna.
“Pak. Saya datang meminta uang kontrakan. Bapak sudah terlambat satu minggu.”
Laksana petir menyambar tubuhnya. Andi terpaku tak berdaya. Semua persendiannya lemas. Pandangannya menghitam. Keringat dingin mengucur deras. Kedua kakinya tak sanggup lagi berdiri sampai akhirnya tubuh ringkih itu jatuh bebas ke lantai teras rumah.
“Ayah…!”

Pangkalan Kerinci 30 April 2020

0 komentar:

Posting Komentar