CERPEN - DUA TAMU PPDB

On Senin, 04 Mei 2020 0 komentar













DUA TAMU PPDB



DODI INDRA, S,S
GURU SMPN BERNAS

Prraakkkk...
Terdengar suara tong ditendang. Sontak, pak Darma dan pak  Mudra yang sedang duduk di ruang guru terkejut. Kedua guru setengah baya itu bergegas keluar dari ruang guru untuk melihat apa yang sudah terjadi.
Benar saja. Di koridor ruang guru tersebut sebuah tong sampah dari alumunium berguling – guling. Sampah yang ada didalamnya berhamburan keluar dan berserakan di sepanjang gulingannya. Tak jauh dari tong sampah yang berguling tersebut berjalan dua orang lelaki. Seorang memakai baju kaos hitam dan satunya lagi berkemeja hijau. Wajah mereka nampak memerah karena emosi yang sudah memuncak.
“Mana kepala sekolahnya?” tanya lelaki ber kaos hitam dengan nada kencang dan kasar.
“O... kalian panitia PPDB yang kemaren itu kan?” lelaki yang satunya ikut bertanya. Suaranya tak kalah tinggi. Tangan kirinya menunjuk kearah pak Darma dan pak Mudra.
“Maaf. Bapak - bapak ini siapa ya?” Pak Indra bertanya walau hatinya ciut menahan takut.
“Ya Pak. Ada yang bisa kami bantu?” pak Mudra menambahkan.
“Mana kepala sekolah kalian? Saya ingin bicara” lelaki berbaju hitam kembali bertanya tanpa menghiraukan pertanyan kedua guru itu.
“Maaf Pak. Kami tak tahu. Mungkin dalam perjalanan ke sini” pak Mudra menjawab santai.
“Dasar tu kepala sekolah. Ditelp tak aktif HP nya. Dicari kerumahnya tak ada, rumahnya tutup. Dicari ke sekolah juga tak ada. Melarikan diri kepala sekolah kalian tu?”
“Melarikan diri?” pak Darma dan pak Mudra bertanya serentak karena kaget.
“Dasar pengecut” sambung lelaki itu menambahkan.
‘Kalian panitia PPDB kan?” Lelaki berkemeja hijau kembali bertanya.
“Ya Pak. Kami panitia PPDB” pak Mudra menjawab tegas.
“Mari masuk dulu Pak. Kita bicara di dalam saja?” kata pak Darma mempersilakan kedua lelaki itu masuk.
“Ah. Tak usah. Jangan belagak baik pula kalian”
“Maksud Bapak apa?” Tanya pak Darma bingung.
“Tak kenal kalian siapa kami ni?”
“Maaf Pak. Tak kenal kami Pak”
“Tak sopan kalian. Kami ini orang asli disini. Kami orang berpengaruh. Semua pejabat disini keluarga kami” kata lelaki berkaos hitam itu masih dengan nada keras.
“Berani – berani nya kalian tidak menerima anak kami sekolah disini” sambung lelaki berkemeja hijau.
“Mau lama kalian tinggal di sini. Atau sudah bosan hidup kalian?” ujar lelaki lagi sambil menendang dinding ruang guru.
“Untuk Bapak ketahui. Kami tidak pernah membeda – bedakan calon peserta didik yang mendaftar di sekolah ini. Kami hanya melaksanakan tugas kami sesuai prosedur dan peraturan yang telah di buat?” jelas pak Darma
“Ala. Prosedur tahi kucing”
“Jangan banyak bicara kalian. Ini sekolah negeri. Masak yang kalian terima disini anak – anak pegawai semua”
“Tidak benar itu Pak. Kami menerima siapa saja yang berminat masuk ke sekolah ini asalkan cukup syarat dan ikut prosedur yang ada. Kalau syaratnya lengkap pasti kami terima Pak. Lagian bukan hanya anak pegawaiPak yang kami terima. Anak tukang sapu jalan. Anak pedagang pasar dan anak pemulung pun ada yang kami terima sekolah disini” pak Mudra menjelaskan dengan rinci
“Apa syaratnya? Apa kurang uang yang kami kasih kemaren?”
“Uang...” pak Darma dan pak Mudra kembali bertanya serentak.
“Ala. Jangan belagak tak tahu kalian” lelaki berbaju kaos hitam berkata sinis.
“Maaf Pak. Kami tidak pakai uang dalam PPDB ini”
“Jangan bohong. Kami tahu. PPDB ini ajang kalain mencari duit”
“Sekali lagi. Tidak benar itu Pak”       
“Trus uang yang kemaren kemana?”
“Uang yang kemaren Pak”
Iya. Uang yang kemaren kami berikan”
“Kepada siapa Bapak berikan uang itu?”
“Saya sudah bayar 3 juta untuk formulir”      
“Formulir kami gratis Pak”
“Saya tak tahu itu. Mau gratis atau tidak. Yang penting saya sudah bayar 3 juta”
“Kepada siapa bapak bayarkan?”     
“Kepada guru disini lah”
“Guru di sekolah ini?”
“Iya. Kalian kira aku bodoh. Mau bayar sebanyak itu kepada orang yang tak jelas”
“Oo... bisa Bapak tunjukkan orang nya pada kami?”
“Sebentar...”
Lelaki berbaju kaos hitam itu merogoh sakunya. Dia mengeluarkan smartphone dan mulai mencari sesuatu
“Ini orangnya” ujarnya sambil menunjukkan seseorang pada pak Darma dan pak Mudra.
Pak Darma dan pak Mudra berpandangan sejenak lalu mengangkat kedua bahu mereka.
“Orang ini bukan guru di sekolah ini Pak”  pak Darma berkata datar.
“Jangan bohong. Dia bilang dia guru disini kok” lelaki bernaju kemeja hijau meninggikan suaranya.
“Bapak tahu namanya?” pak Mudra bertany pada lelaki berkaos hitam.
“ Siapa namanya?” lelaki itu bertanya pada lelaki disampingnya.
“Edward” jawab lelaki itu singkat.
“Iya. Pak Edward”
“Edward. Tak ada guru kami yang bernama Edward Pak”
“Dia wakil kepala sekolah disini” sambungnya lagi.
“ Wakil kepal sekolah kami perempuan Pak. Namanya Sinaryati, S.Pd” pak Mudra memberi penjelasan.
“Dan photo yang bapak tunjukkan tadi bukan guru disini. Kami tidak mengenalnya” pak Darma ikut menjelaskan.
“Banyak alasan kalian. Jangan coba – coba untuk membela kawan kalian itu. Atau kalain sekongkol untuk mengelabui kami”
“Terserah Bapak mau bilang apa. Yang pasti kami tidak begitu”
“Ok. Kalau begitu kami laporkan saja masalah ini ke dinas pendidikan” lelaki berkaos hitam mencoba menekan.
“Terserah Bapak. Kami telah katakan bahwa kami hanya menjalankan tugas sesuai prosedur. Dan orang yang bapak bilang tadi tidak ada di sekolah ini. Dia bukan guru di sekolah ini” kembali pak Darma memberi penjelasan.
“Hm... Kkami laporkan ke polisi kalian. Kalian telah menipu kami”
“Iya. Kalian tak kenal siapa kami rupanya. Kami bisa tutup atau bahkan hancurkan sekolah ini” ancam lelaki berkemeja hijau sambil menatap kedua guru itu tajam.
“Silakan saja Pak. Silakan Bapak lapor ke dinas pendidikan. Lapor ke polisi. Atau kemana saja Bapak suka. Kami siap”
Ah... banyak cakap kalian. Berani kalian mempermainkan kami. Kami bakar sekolah ini baru tahu kalian”
“Terserah Bapak” pak Mudra menjawab enteng.
“Kurang ajar” lelaki berkemeja hijau itu menendang kembali dinding ruang guru.
Oya. Bapak kenal dengan orang tu kapan?” pak Mudra bertanya ingin tahu.         
“ Kemaren. Waktu kami mendaftarkan anak kami ke sekolah ini”
“O... begitu”
“Sebelumnya sudah pernah kenal Pak?” pak Darma ikut bertanya.
“Tidak” jawabnya pendek.
“Katanya Bapak berdua orang terkenal disini. Kok tak kenal dengan orang itu?” pak Mudra bertanya heran.
“Ah. Banyak cakap kalian”
“Dia mengaku guru disini. Bahkan sudah menjabat wakil kepala sekolah. Dia janji akan bantu anak saya masuk sekolah disini. Makanya kami berani bayar 3 juta” terang lelaki berkaos hitam.
“Untuk apa saja tu Pak uang 3 juta” Pak Mudra penasaran.
“Untuk formulir. Untuk kepala sekolah. Untuk panitia” jawabnya keras.
“Oya. Coba saja Bapak hubungi orang itu. Minta penjelasan. Bapak punya no WA nya bukan?” pak Mudra memberi usul.
“WA nya sudah tak aktif dari kemaren. HPnya juga tak aktif. Makanya kami cari kesini
“Nah lho....”
“???...”










0 komentar:

Posting Komentar