DIWALA BIANGLALA

ANTOLOGI PUISI

DODI INDRA










Antologi Puisi” DIWALA BIANGLALA” ini merupakan kumpulan puisi – puisi yang tanpa sengaja terlintas di pikiran penyair dan kemudian tanpa sadar tercipta dalam bentuk tulisan. Semua yang tertera merupakan suatu keajaiban. Penyair menyadari untuk orang lain mungkin saja puisi – puisi ini tiada bermakna. Namun bagi penyair sendiri sungguh antologi Puisi ini sangat berati dan mempunyai kesan tersendiri dalam penciptaannya.






 DALAM HEMPASAN BONO SUNGAI KAMPAR

DODI INDRA





 “The Seven Ghost Waves” begitu gelombang sungai itu dikenal. Namun penduduk lokal menamai gelombang itu “Bono”. Bono merupakan fenomena alam yang kini menjadi warisan leluhur kebanggaan Masyarakat Kabupaten Pelalawan. Keunikan dan kedahsyatan Bono di Sungai Kampar Riau yang hanya satu – satunya di Indonesia menyimpan ribuan misteri tersembunyi. Banyak cerita tersimpan abadi bersama tujuh gulungan gelombang itu.
Novel ini mengisahkan Azuar, anak pribumi yang dibesarkan seorang nenek yang terjebak dalam hempasan Bono yang hampir saja merenggut nyawanya. namun keajaiban alam menyelamatkannya. Azuar  terjebak dalam trauma mendalam sampai akhirnya seorang peselancar Australia mewarnai hidupnya hingga mengantarkan Azuar menjadi pemenang dalam Festival Bekudo Bono.
Sisi lain novel ini juga mengangkat pendidikan karakter dan budaya kearifan lokal ( Local Wisdom ) masyarakat Pelalawan terutama mereka yang tinggal di pinggir Sungai Kampar di Kecamatan Teluk Meranti Kabupaten Pelalawan Riau. Bagaimana Azuar bisa terlepas dari amukan Bono? Apa yang membuat Mr. James tertarik melatih Azuar? Seperti apa perjuangan bocah kampung itu menjadi sang juara dalam festival Bekudo Bono?



Antologi Puisi DIWALA BIANGLALA. Untuk mendapatkan kumpulan puisi ini silakan kirim email ke dodiindra27278@yahoo.co.id atau silakan buka penerbitsyahadah.com.




 

KISAH DI UJUNG PELANGI

Di ujung pelangi
Ada kisah seorang lelaki
Temukan kotak seperti peti
Kusam, bau, terbuat dari besi
Tapi begitu tak ada lagi yang menutupi
Peti besi berisi emas murni

Si lelaki seperti bermimpi
Seakan dunia berhenti
Bingung...
Celengak -  celenguk mencari cari
Kepada siapa hendak dia berbagi
Tersandung...
Tepat di kaki pelangi
Di sore hari


Peti tua merubah hidup sang lelaki
Emas murni jadikan hamba diri
Pakaian mahal berlagak priyayi
Bicara selalu meninggi tunjukkan gengsi
Rumah gedung bak istana peri – peri
Setiap sudut beranak beristri
Lupa diri

Sang lelaki dipuja dipuji
Tak sedikit juga yang iri hati
Bertanya bergunjing kesana sini
Dari mana harta di dapat sang lelaki
Kaya mendadak dalam tempo satu hari

Di ujung pelangi
Sang lelaki memadu birahi
Hamburkan semua isi peti
Terkuras
Terkikis
Habis

Sang lelaki di ujung pelangi
Terjaga dari mimpi
Berteriak dalam sepi
Kemana kini sang pelangi pergi

Sang lelaki berlari mencari
Hujan turun tiada henti
Banjir pun kini mendekati
Pelangi sirna berganti mentari
Terpa wajah kusam sang lelaki
Peti emas murni kosong tak berisi