APA SAJA ASPEK PENILAIAN STORYTELLING?

 

Dalam lomba – lomba storytelling ada beberapa aspek yang menjadi penilaian. Aspek – aspek apa saja yang menjadi penilaian dalam bercerita? Khususnya cerita bahasa Inggris?  Dalam ajang lomba bercerita bahasa Inggris atau Storytelling, ada beberapa aspek yang menjadi penilaian. Aspek-aspek tersebut diantaranya adalah :

 

1.   Pronunciations

Pronunciation dapat diterjemahkan ke bahasa Indonesia sebagai lafaz atau pengucapan. Jadi pronunciation itu adalah cara mengucapkan kata dalam bahasa Inggris. Pronunciation  sangat penting karena salah melafazkan atau mengucapkan sebuah kata maka akan mengubah arti kata tersebut dan akhirnya akan menghambat komunikasi.  Agar pronunciation bagus maka yang perlu dilakukan adalah sering mendengarkan orang berbahasa Inggris dan berlatih mengucapkannya. Dengan mengucapkan kata-kata bahasa Inggris tersebut akan melatih alat artikulasi sehingga terbiasa dengan bahasa Ingris. Oleh sebab itu ucapkanlah kata bahasa Inggris itu dengan lantang. Pronounciation yang bagus dalam bercerita tentu akan memberi nilai plus dalam ajang lomba storytelling. Menyampaikan cerita dengan artikulasi yang jelas, ketepatan pemenggalan kata atau kalimat, membuat cerita yang disampaikan hidup dan mampu memukau audiens

 

2.   Grammar

Grammar adalah aturan terstruktur yang mengatur susunan kata, frasa dan kalimat. Jadi dapat dikatakan bahwa grammar adalah tata bahasa yang mengatur  kaidah dan aturan dalam berbahasa terutama dalam aspek menulis. Grammar akan terlihat benar dan salah dengan jelas ketika kalimat, frasa, dan  kata tersebut dituliskan. Menyampaikan cerita dengan tata bahasa, pemilihan kosa kata yang tepat dan ungkapan yang benar tentu akan menambah keindahan dalam bercerita

 

3.   Intonation

Menurut Wikipedia, Intonasi yaitu tinggi rendahnya suatu nada pada kalimat, yang memberikan penekanan dalam kata-kata tertentu di suatu kalimat. Jadi dapat dikatakan bahwa intonasi merupakan irama ketika berbicara, penekanan tinggi rendahnya suara ketika berbicara yang bertujuan untuk memudahkan seseorang memahami apa yang kita sampaikan. Tekanan serta volume suara yang sesuai akan membuat cerita hidup dan dinikmati oleh pendengarnya. Intonasi saat marah akan sangat berbeda dengan nada suara saat bahagia. Cepat lambat berbicara juga merupakan intonasi yang akan membuat cerita yang disampaikan memukau dan dan mampu menghinoptis audiensnya

 

4.   Facial Expression dan Body Language

Facial expression adalah mimik wajah sedangkan body language adalah gerak tubuh. Menggunakan mimik wajah dan gerak tubuh yang tepat dapat mendukung dan mencerminkan nilai serta karakter tema cerita. Menyampaikan cerita secara komunikatif dengan menghadap langsung ke penonton, dengan cara duduk atau berdiri merupakan nilai tersendiri dalam bercerita. Gaya bercerita akan berbeda antara satu orang dengan orang lainnya.  Gaya tersebut dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, latar belakang keluarga, jam terbang dan bakat seseorang dalam bercerita.   Gaya bercerita ini bukanlah bakat alam begitu saja tetapi bisa diasah dan dilatih secara terus menerus sehingga akan mendapatkan gaya khas tersendiri dan melekat pada orang tersebut.

 

5.   Content

Content merupakan isi cerita. Isi cerita seharusnya sesuai dengan tema yang sedang dibicarakan. Dalam lomba storytelling biasanya penyelenggara akan memberikan tema cerita bahkan sudah disiapkan judul – judul cerita yang akan dibawakan. Jangan sampai ketika dalam lomba storytelling cerita yang disampaikan tidak sesuai dengan tema atau bahkan tidak sesuai dengan daerah yang dipersyaratkan. Contohnya cerita yang disampaikan cerita lokal atau berasal dari dalam negeri. Tentu saja Cinderela, Rapunzel dan Snow White tidak bisa menjadi pilihan cerita.

 

6.   Fluency

Fluency dalam bahasa Indonesia adalah kelancaran dalam membawakan cerita. Peguasaan terhadap materi cerita akan memberi pengaruh besar terhadap kelancaran menyampaikan cerita. Apalagi menggunakan teknik hapalan, cerita yang disampaikan dengan teknik hapalan akan terasa datar dan tidak menarik. Begitu juga menyampaikan cerita terbata–bata tentu akan berpengaruh besar terhadap penilaian nantinya. Kelancaran yang dimaksud disini bukanlah membawakan cerita tanpa henti sehingga mengenyampingkan intonasi, penekanan dan gaya bercerita.

 

7.   Creativity

Kreativitas dalam menyampaikan cerita seperti memodifikasi atau menyesuaikan sudut pandang pencerita, mengembangkan isi cerita untuk menanamkan nilai yang diusung dan dapat menafsirkan isi cerita dengan cara menemukan nilai moral atau pesan yang tidak mainstream atau yang umum dalam cerita. Selanjutnya kreativitas dalam storytelling adalah menggunakan pakaian, gerakan dan alat bantu yang mendukung ketercapaian penyampaian cerita. Pakaian yang digunakan harus sesuai dengan cerita yang disampaikan. Begitu juga alat bantu. Alat bantu yang digunakan juga harus ada dalam cerita. Jangan sampai pakaian tidak mendukung isi cerita dan alat bantu diluar konteks cerita.

 

8.   Waktu

Dalam lomba storytelling waktu atau durasi bercerita selalu dibatasi. Pemanfaatan waktu yang efisien juga menjadi aspek penilaian dalam lomba bercerita. Waktu yang diberikanpun bervariasi berdasarkan ketentuan yang diberikan oleh penyelenggara lomba. Biasanya waktu yang diberikan berkisar 15 sampai 20 menit.

 

 



APA SAJA BAGIAN TEKS STORYTELLING?

 

 

Teks storytelling merupakan naskah cetak  yang akan disampaikan dalam bercerita. Naskah tersebut merupakan alur atau jalan cerita mulai dari awal sampai akhir penampilan. Di Wikipedia dinyatakan bahwa alur atau jalan cerita merupakan rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin sedemikian rupa sehingga menggerakkan jalan cerita, dari awal, tengah, hingga mencapai klimaks dan akhir cerita.  

Apakah penting membuat naskah cerita sebelum bercerita? Jawabannya tergantung kepada sipencerita itu sendiri. Jika sipencerita ingin penampilannya sukses alangkah baiknya dia membuat naskah cerita. Tapi jika sipencerita merasa yakin dia akan berhasil memukau penontonnya saat bercerita walaupun tidak membuat naskahnya sebelumnya, juga tidak ada salahnya.

Berikut ini bagian – bagian dari teks storytelling.

 

1.   Pembukaan

Pembukaan cerita berisikan salam pembuka, ucapan syukur, salam penghormatan kepada yang hadir. Bisa juga menambahkan dengan memberitahukan judul cerita yang akan disampaikan.

 

2.   Isi

Berdasarkan pengertian alur atau jalan cerita diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ada 3 bagaian cerita yakni awal cerita, tengah cerita dan akhir cerita

 

a.    Awal cerita

Awal cerita  sering juga disebut dengan orientasi. Orientation berisi pengenalan latar dan tokoh cerita yakni siapa, kapan, dan dimana suatu cerita ditetapkan. Bagian ini merupakan pendahuluan yang memperkenalkan tokoh cerita, tempat dimana cerita terjadi dan waktu kejadiannya. Pada umumnya waktu kejadian cerita tidak diketahui. Kata – kata yang sering dipakai seperti pada zaman dahulu. Di zaman dahulu kala, di suatu masa, dan sebagainya.

 

b.   Tengah cerita

Tengah cerita berisikan awal mulai terjadinya permasalahan atau konflik. Bagian ini menceritakan awal masalah yang menyebabkan puncak masalah atau yang biasa disebut dengan klimaks. Bagian ini biasanya melibatkan karakter – kharakter yang ada dalam cerita tersebut. Dalam satu cerita bisa saja akan terdapat beberapa konflik.

 

c.    Akhir cerita

Akhir cerita merupakan penyelesaian yang membuat jalan cerita berakhir. Setiap konflik yang muncul harus ada penyelesaiannya. Cerita dapat ditutup dengan akhir yang menyenangkan atau berakhir menyedihkan.

 

3.   Penutup

Penutup cerita berisikan penyampaian pesan moral dari cerita yang telah disampaikan.  Setelah itu bisa ditambahkan dengan ucapan terima kasih, mohon maaf dari kesilapan dan salam penutup

 


 





APA SAJA PERSIAPAN STORYTELLING?

 

 

Sebelum bercerita alangkah baiknya untuk mempersiapkan diri dengan maksimal. Persiapan yang matang akan meminimalisir kesalahan dan kekeliruan dalam bercerita. Sungguh tidak baik jika seorang pencerita tampil begitu saja tanpa ada persiapan sebelumnya. Kecuali pencerita professional yang memang sudah memiliki banyak pengalaman dan jam terbang yang tinggi. Terutama bercerita diajang lomba. Sama saja dengan mempermalukan diri ketika seseorang mengikuti lomba storytelling tapi tidak ada persiapan sama sekali. Persiapan yang dilakukan sebelum bercerita tersebut diantaranya adalah:

 

1.   Mengetahui auidens

Penting sekali mengetahui siapa saja yang akan mendengarkan cerita yang akan disampaikan. Dengan mengetahui siapa audience maka akan bisa memilih kata – kata yang tepat ketika bercerita. Begitu juga bahasa tubuh yang akan digunakan. Berpidato di depan anak TK tentu sangat berbeda dengan berpidato dihadapan ibu-ibu pejabat. Iklim ceritanya tentu berbeda sehingga atmosphere yang diciptakan juga berbeda. Begitu juga ketika bercerita dalam ajang lomba yang notabene penampilan sipencerita akan dinilai akan sangat berbeda dengan menampilkan cerita diacara perpisahan sekolah.

 

2.   Waktu yang disediakan untuk bercerita.

Durasi cerita juga mempengaruhi penyampaian cerita. Siapkanlah cerita berdasarkan waktu yang diberikan. Jika cerita yang sudah dikonsep melebihi waktu yang disediakan tentu cerita terkesan terburu-buru dan dikejar waktu begitu juga sebaliknya. Jika waktu yang diberikan cukup panjang akan lebih baik cerita lebih dimodifikasi dan dikembangkan

 

3.   Mengetahui tema acara

Tema merupakan hal yang sangat penting dalam bercerita. Tema cerita yang tidak tepat tentu akan membuat cerita yang disampaikan terkesan aneh dan lucu. Apalagi dalam ajang perlombaan. Cerita yang tidak sesuai dengan tema akan langsung didiskualifikasi meskipun penyampainnya sangat bagus.

 

 

 

4.   Menyusun teks cerita

Menyusun teks cerita dirasa perlu terutama bagi yang jam terbangnya masih sedikit. Setidaknya menyusun alur atau jalan cerita. Alur cerita  akan mengarahkan seorang pencerita tetap dikoridor ceritanya.

 

5.   Berlatih.

Latihan merupakan kata wajib yang harus dilaksanakan sebelum menampilkan cerita. Latihan yang maksimal akan memjadikan penampilan yang maksimal juga. Untuk itu jangan berhenti untuk melakukan latihan.

 


 


 





APA ITU STORYTELLING?

Storytelling merupakan gabungan dari dua kata, yaitu story dan telling. Dalam bahasa Indonesia story dapat diterjemahkan menjadi cerita dan telling menjadi bercerita atau menceritakan. Jadi storytelling adalah kegiatan menceritakan sebuah cerita. Sementara itu orang yang menceritakan sebuah cerita disebut dengan storyteller. Di Indonesia storyteller lebih dikenal dengan pencerita atau pendongeng

Pada umumnya storytelling dilakukan secara lisan namun tidak menutup kemungkinan juga dilakukan secara tulisan. Sekarang ini sudah banyak kita dapatkan buku cerita baik dalam bentuk kertas maupun dalam bentuk elektronik. Storytelling juga kerapkali digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan materi pelajarannya khususnya pada mata pelajaran bahasa, baik bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa lainnya.  

Storytelling atau mendongeng merupakan salah satu warisan budaya bangsa Indonesia. Kegiatan mendongeng merupakan kegiatan turun temurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Namun kegiatan ini semakin lama semakin jarang dilakukan. Sudah langka ditemukan dalam keluarga seorang ibu akan menceritakan sebuah dongeng ketika anaknya mau tidur. Jarang ditemukan seorang ayah menidurkan anaknya dengan cerita-cerita dongeng tempo dulu.

Mendongeng mungkin kegiatan yang paling tidak terkenal di negara kita. Bercerita kalah populer dari music dan film bahkan game. Sejatinya semua anak butuh cerita. Karena melalui kisah dan dongeng mereka mengenal tentang pelajaran moral. Baik buruk, boleh tidak, sejarah, dan adat istiadat.

Semakin maju perkembangan teknologi ternyata memberi perubahan juga pada storytelling. Storytelling atau mendongeng tidak lagi hanya dilakukan disaat menidurkan anak. Namun sekarang kapan saja kita bias mengakses storytelling yang diupload di media sosial. Orang  tua juga tidak perlu repot lagi bertanya pada orang lain tentang dongeng karena saat ini sudah banyak dongeng disebar di media internet. Berbagai macam bentuk dongeng tersedia. Mulai dari dongeng dalam negeri Indonesia sampai dongeng penjuru dunia.  


 

BAGAIMANA MENUMBUHKAN  KETERAMPILAN BERCERITA?

 

Sorytelling merupakan salah satu keterampilan dalam berbahasa. Bercerita memerlukan keterampilan tersendiri dan tidak semua orang mampu bercerita dengan baik. Bercerita bukanlah sekedar membaca buku saja. Bercerita adalah metode penyampaian cerita dengan cara bertutur kata. Oleh sebab itu, suara merupakan aspek utama yang harus dikuatkan, baik suara narasi maupun suara penokohan. Untuk itu storyteller diwajibkan menguasai jenis – jenis suara. Memiliki kemampuan menirukan berbagai jenis suara manusia. Seperti suara pria dewasa, suara nenek – nenek, suara anak- anak, suara  bayi dan sebagainya. Selanjutnya menguasai suara binatang, suara alam dan lainnya.

Dalam bercerita juga dibutuhkan alat bantu atau alat peraga. Alat peraga tersebut hanyalah aspek pendukung saja. Jika ingin menggunakan alat peraga haruslah dipikirkan apakah alat peraga tersebut benar-benar bisa mendukung atau tidak. Jangan sampai, ketika menggunakan alat peraga, justru akan membingungkan penontonnya. Jika ingin menggunakan alat bantu sebaiknya gunakan gambar atau boneka yang menyerupai bentuk aslinya sehingga akan benar-benar merangsang imajinasi dan audiensi seperti terbawa suasana dan seakan ikut terlibat kedalam cerita yang disampaikan.

Keterampilan bercerita memerlukan keterampilan berbahasa yang komprehensif. Pencerita harus bisa memilih cerita yang akan disampaikan supaya sesuai dengan tujuan juga konteks penceritaannya. Pencerita harus mengetahui siapa pendengar atau audiensnya sehingga ia bisa memainkan bahasa dengan tepat dan menarik. Oleh sebab itu bercerita membutuhkan kemampuan literasi tingkat tinggi. Seorang pencerita harus mampu membaca teks, mengolahnya dan mencipta teks baru untuk audiensnya

Apakah keterampilan bercerita merupakan bakat? Tentu tidak, kemampuan ini bisa terus diasah dan terus berkembang jika terus melakukannya. Belajar dan berlatih tanpa putus asa. Bakat akan muncul secara sendirinya setelah latihan terus menerus dengan penuh kegigihan dan tekad yang bulat.

Kreativitas bercerita diharapkan dapat menggali nilai – nilai positif dari cerita yang ditampilkan. Seorang pencerita mampu mengajak audiens untuk bersama belajar tentang kearifan, karakter, dan nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh keluarga, masyarakat, dan negara. Orang yang ingin bercerita harus mempunyai kemampuan berbicara yang baik, memahami karakter pendengar. Teknik bercerita bisa berhasil, jika pendengar mampu menangkap jalan cerita serta merasa terhibur. Selain itu, pesan moral dalam cerita juga disampaikan dengan jelas.


 

BAGAIMANA CARA MENJADI

STORYTELLER YANG BAIK?

Menjadi storyteller yang baik tentu idaman setiap pencerita. Siapa sih yang tidak ingin sehebat Awan Prakoso yang lebih dikenal dengan Kak Awan. Mendongeng sukses seperti Kak Bimo, Pendiri Asosiasi Pencerita Muslim Indonesia atau sememukau kak Yono Sirine yang mahir menirukan berbagai macam suara. Perlu keahlian khusus dan tekat bulat untuk mencapai semua itu. Memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Namun yakinlah. Dengan usaha dan doa tentu cita-cita tersebut akan terwujud. Satu kata kuncinya adalah berlatih.

Berikut ini beberapa cara untuk menjadi pencerita yang baik.

1.    Pahami cerita yang ingin disampaikan

Hal penting yang pertama sekali harus dilakukan sebelum kita bercerita adalah memahami cerita yang akan disampaikan. Sungguh sangat naïf jika bercerita tapi tidak memahami cerita yang disampaikan. Bagaiamana audiens akan menangkap isi dari dongeng yang diceritakan jika sang pencerita sendiri tidak paham dengan apa yang dia ceritakan.

Suatu kewajiban mengenali cerita dengan sempurna. Kita harus benar-benar mengetahui jalan ceritanya dari awal sampai akhir, mengenal semua tokoh-tokohnya, mengetahui latar belakang cerita tersebut, tahu daerah asal cerita itu, mampu menangkap pesan moral  yang terkandung didalam cerita itu, dan lain-lainnya. Dengan memahami ceritanya baik-baik, tentu akan lebih memudahkan untuk menyampaikannya.

2.   Ceritakan cerita yang disukai

Untuk menjadi storyteller yang baik seorang pencerita bisa menceritakan cerita yang dia suka. Dengan demikian dia akan lebih antusias untuk menceritakanya kepada orang lain. Hindari untuk menyampaikan cerita yang tidak disukai. Jika masih saja menceritakan cerita yang tidak disukai maka sang pencerita akan merasa terbebani dan tidak nyaman dalam menyampaikannya. Cerita yang membuat senang sipenceritanya akan disampaikan dengan baik dan bisa membuat audiens merasakan juga kebahagiaan yang disampaikan bersamaan dengan ceritanya. Dalam ajang perlombaan biasanya akan diberi beberapa pilihan judul cerita. Untuk itu pilihlah cerita yang sesuai dan disukai supaya hasilnya bisa dicapai sesuai dengan apa yang diinginkan.

3.   Berlatih

Untuk menjadi storyteller yang baik si pencerita harus melatih kemampuan storytelling secara terus menerus. Latihan merupakan salah satu cara untuk menciptalan penampilan yang memukau. Kak Awan bisa mendongeng dengan begitu sempurnanya karena sebelum bercerita beliau melakukan latihan. Kak Yono Sirine bisa menirukan banyak suara ketika bercerita juga tidak luput dari proses latihan.

Storyteller bisa mengetahui apa saja yang masih perlu diperbaiki dan ditingkankan saat bercerita ketika dia berlatih. Dia juga bisa meminta orang lain untuk membantunya dalam berlatih. Jika tidak, dia juga bisa memanfaatkan cermin untuk berlatih sendiri. Dengan bantuan cermin, si pencerita bisa melihat caranya berbicara dan gerak tubuhnya sendiri sehingga dia akan tahu apa saja kesalahan serta kekurangannya.

4.   Perhatikan suara, ekspresi wajah, dan gerak tubuh

Dalam storytelling ada 3 aspek yang perlu diperhatikan. 3 aspek itu adalah suara, ekspresi wajah, dan gerak tubuh. Ketiga aspek ini akan sangat menentukan apakah cerita yang sedang disampaikan hidup atau tidak. Perpaduan ketiga aspek tersebut akan menciptakan penampilan yang sangat menarik.

Tinggi rendahnya suara harus sangat diperhatikan karena bisa menentukan suasana cerita. Menirukan suara berdasarkan karakter tokohnya akan membuat dongeng yang disampaikan seolah – olah nyata. Keahlian menirukan suara-suara binatang, suara-suara kejadian alam juga akan membuat cerita yang disampaikan lebih menarik.

Storytelling merupakan sebuah kegiatan untuk menceritakan sebuah cerita ke khalayak. Namun, storytelling bukan hanya sekadar menceritakan dongeng saja. Ekspresi wajah sangat berpengaruh disaat bercerita. Untuk itu seorang pencerita harus memahami suasana dan kharakter tokoh ceritanya. Storyteller akan membedakan mimik wajahnya saat bahagia dan saat sedih. Dia juga akan mengubah rona wajahnya ketika memerankan orang baik dengan orang jahat.

Aspek ketiga yang harus diperhatikan seorang pencerita adalah gerak tubuh atau gesture. Gerak tubuh akan memberikan efek yang sangat besar kepada audiens. Storyteller akan menggunakan gerak tubuhnya saat menyampaikan cerita. Gerak tubuh yang dilakukan harus sesuai dengan cerita yang dibawakan. Suatu keharusan bagi pencerita menggunakan tangannya untuk menunjukan gaya          tokohnya. Anggukan kepala, kerlingan mata dan posisi tubuh juga merupakan gesture yang mesti diperhatikan dengan cermat. Namun jangan berlebihan. Karena suatu yang berlebihan akan mengurangi esensi cerita yang disampaikan sehingga membuat cacat penampilan penceritaannya.


 

APA SAJA ASPEK PENILAIAN STORYTELLING?

 

Dalam lomba – lomba storytelling ada beberapa aspek yang menjadi penilaian. Aspek – aspek apa saja yang menjadi penilaian dalam bercerita? Khususnya cerita bahasa Inggris?  Dalam ajang lomba bercerita bahasa Inggris atau Storytelling, ada beberapa aspek yang menjadi penilaian. Aspek-aspek tersebut diantaranya adalah :

 

1.   Pronunciations

Pronunciation dapat diterjemahkan ke bahasa Indonesia sebagai lafaz atau pengucapan. Jadi pronunciation itu adalah cara mengucapkan kata dalam bahasa Inggris. Pronunciation  sangat penting karena salah melafazkan atau mengucapkan sebuah kata maka akan mengubah arti kata tersebut dan akhirnya akan menghambat komunikasi.  Agar pronunciation bagus maka yang perlu dilakukan adalah sering mendengarkan orang berbahasa Inggris dan berlatih mengucapkannya. Dengan mengucapkan kata-kata bahasa Inggris tersebut akan melatih alat artikulasi sehingga terbiasa dengan bahasa Ingris. Oleh sebab itu ucapkanlah kata bahasa Inggris itu dengan lantang. Pronounciation yang bagus dalam bercerita tentu akan memberi nilai plus dalam ajang lomba storytelling. Menyampaikan cerita dengan artikulasi yang jelas, ketepatan pemenggalan kata atau kalimat, membuat cerita yang disampaikan hidup dan mampu memukau audiens

 

2.   Grammar

Grammar adalah aturan terstruktur yang mengatur susunan kata, frasa dan kalimat. Jadi dapat dikatakan bahwa grammar adalah tata bahasa yang mengatur  kaidah dan aturan dalam berbahasa terutama dalam aspek menulis. Grammar akan terlihat benar dan salah dengan jelas ketika kalimat, frasa, dan  kata tersebut dituliskan. Menyampaikan cerita dengan tata bahasa, pemilihan kosa kata yang tepat dan ungkapan yang benar tentu akan menambah keindahan dalam bercerita

 

3.   Intonation

Menurut Wikipedia, Intonasi yaitu tinggi rendahnya suatu nada pada kalimat, yang memberikan penekanan dalam kata-kata tertentu di suatu kalimat. Jadi dapat dikatakan bahwa intonasi merupakan irama ketika berbicara, penekanan tinggi rendahnya suara ketika berbicara yang bertujuan untuk memudahkan seseorang memahami apa yang kita sampaikan. Tekanan serta volume suara yang sesuai akan membuat cerita hidup dan dinikmati oleh pendengarnya. Intonasi saat marah akan sangat berbeda dengan nada suara saat bahagia. Cepat lambat berbicara juga merupakan intonasi yang akan membuat cerita yang disampaikan memukau dan dan mampu menghinoptis audiensnya

 

4.   Facial Expression dan Body Language

Facial expression adalah mimik wajah sedangkan body language adalah gerak tubuh. Menggunakan mimik wajah dan gerak tubuh yang tepat dapat mendukung dan mencerminkan nilai serta karakter tema cerita. Menyampaikan cerita secara komunikatif dengan menghadap langsung ke penonton, dengan cara duduk atau berdiri merupakan nilai tersendiri dalam bercerita. Gaya bercerita akan berbeda antara satu orang dengan orang lainnya.  Gaya tersebut dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, latar belakang keluarga, jam terbang dan bakat seseorang dalam bercerita.   Gaya bercerita ini bukanlah bakat alam begitu saja tetapi bisa diasah dan dilatih secara terus menerus sehingga akan mendapatkan gaya khas tersendiri dan melekat pada orang tersebut.

 

5.   Content

Content merupakan isi cerita. Isi cerita seharusnya sesuai dengan tema yang sedang dibicarakan. Dalam lomba storytelling biasanya penyelenggara akan memberikan tema cerita bahkan sudah disiapkan judul – judul cerita yang akan dibawakan. Jangan sampai ketika dalam lomba storytelling cerita yang disampaikan tidak sesuai dengan tema atau bahkan tidak sesuai dengan daerah yang dipersyaratkan. Contohnya cerita yang disampaikan cerita lokal atau berasal dari dalam negeri. Tentu saja Cinderela, Rapunzel dan Snow White tidak bisa menjadi pilihan cerita.

 

6.   Fluency

Fluency dalam bahasa Indonesia adalah kelancaran dalam membawakan cerita. Peguasaan terhadap materi cerita akan memberi pengaruh besar terhadap kelancaran menyampaikan cerita. Apalagi menggunakan teknik hapalan, cerita yang disampaikan dengan teknik hapalan akan terasa datar dan tidak menarik. Begitu juga menyampaikan cerita terbata–bata tentu akan berpengaruh besar terhadap penilaian nantinya. Kelancaran yang dimaksud disini bukanlah membawakan cerita tanpa henti sehingga mengenyampingkan intonasi, penekanan dan gaya bercerita.

 

7.   Creativity

Kreativitas dalam menyampaikan cerita seperti memodifikasi atau menyesuaikan sudut pandang pencerita, mengembangkan isi cerita untuk menanamkan nilai yang diusung dan dapat menafsirkan isi cerita dengan cara menemukan nilai moral atau pesan yang tidak mainstream atau yang umum dalam cerita. Selanjutnya kreativitas dalam storytelling adalah menggunakan pakaian, gerakan dan alat bantu yang mendukung ketercapaian penyampaian cerita. Pakaian yang digunakan harus sesuai dengan cerita yang disampaikan. Begitu juga alat bantu. Alat bantu yang digunakan juga harus ada dalam cerita. Jangan sampai pakaian tidak mendukung isi cerita dan alat bantu diluar konteks cerita.

 

8.   Waktu

Dalam lomba storytelling waktu atau durasi bercerita selalu dibatasi. Pemanfaatan waktu yang efisien juga menjadi aspek penilaian dalam lomba bercerita. Waktu yang diberikanpun bervariasi berdasarkan ketentuan yang diberikan oleh penyelenggara lomba. Biasanya waktu yang diberikan berkisar 15 sampai 20 menit.