CERPEN - AMPLOP REMEDIAL

On Senin, 04 Mei 2020 0 komentar








AMPLOP REMEDIAL


DODI INDRA, S.S
GURU SMPN  BERNAS 


“Pak. Darma yang mana sih orangnya?”
“Maaf. Bapak mencari  Darma?”
“Kan sudah saya bilang tadi.  Darma tu yang mana orangnya?”
“Darma tu guru yang mengajar disini ya Pak?”
“Ya iya lah. Tak mungkin saya mencari polisi ke sini?”
“Ada urusan apa ya Pak?
“Sudah jangan banyak tanya. Saya mau bertemu dengan pak Darma secepatnya”
“Baik Pak. Kalau begitu lebih baik bicaranya di kantor saja. Ayo Pak ikut saya”
“ Ikut Kamu?
“Ya... Katanya Bapak mencari pak Darma”
“Jangan main – main?
“Saya tak main – main Pak. Mari saya tunjukkan!”
“Hm.. Iya lah kalau begitu”
“Ayo Pak. Bapak silakan masuk!”
“Hm ...”
“Silakan duduk Pak”
“Ah... Ngak usah. Saya ngak punya banyak waktu”
“ Ya. Baiklah. Bapak Ingin bicara dengan Pak Darma?”
“ Ya. Mana guru yang bernama Darma tu?”
“ Kalau boleh tahu. Bapak ini siapa dan urusan apa dengan pak Darma?
“Saya Orang tua Hendra. Hendra Saputra Wijaksono.
“O... Bapak Orang tuanya Hendra?
“Iya. Saya Budi Wijaya Wijaksono”
“Ada keperluan apa ya Pak?”
“Saya ingin buat perhitungan dengan si Darma tu”
“O... Kalau begitu Bapak silakan duduk. Saya panggilkan Hendranya dulu ya”
“Saya kesini mau bicara dengan pak guru Darma. Bukan dengan anak saya”
“Iya saya paham Pak. Sebentar ya”
“ Hah... Aneh – aneh guru di sini”
“Maaf Pak, nunggu lama. Hendra, silakan duduk!”
“ Terima Kasih Pak”
“ Ya Pak. Urusan apa yang bisa kita selesaikan?”
“Saya mau bertemu dan bicara dengan pak Darma”
“Saya pak Darma..”
“O... jadi Saudara yang bernama Darma? Hebat betul saudara bisa memberi nilai anak saya rendah. Masak Bahasa inggrisnya remedial? Terus begitu anak saya minta di Remedial saudara tidak kasihkan?”
“Bapak sudah tanya pada Hendra?”
“Tanya apa?”
“Tanya mengapa nilai Bahasa Inggris nya sampai remedial?”
“Hm... su.. sudah”
“Lalu....”
“Ya.. itu yang hendra bilang sama saya”
“Baiklah.  Hendra. Betul yang Bapak mu bilang?”
“Bu...Bukan.... bukan begitu Pa. Papa salah tanggap”
“Maksud mu apa, Hendra?”
“Pak Darma ... mau ngasih nilai kalau saya sudah serahkan tugas saya Pa...”
“Kamu dah serahkan tugas itu?
“Belum Pa...”
“Kamu dah buat tugas itu?
“Belum Pa...?”
“Trus. Tadi malam kamu bilang pak Darma yang tidak mau kasih nilai”
“ Tapi.... tapi....”
“Ah... Anak macam apa pula ini. Tadi malam kamu bilang begini sekarang kamu bilang begitu. Yang jelas kalau bicara dengan papa”
“Sudah Pak. Mari kita selesaikan baik – baik”
“ Wah.. Ngak ngerti saya...”
“ Begini pak. Bapak sudah lihat rapor Hendra kan?”
“Sudah. Saya sudah lihat. Nilai bahasa Inggrisnya masih jelek”
“Bapak tahu nilai apanya yang jelek?”
“Ya nilai bahasa Inggrisnya”
“Maksud saya nilai bahasa Inggrisnya yang mana?”
“Nilai bahasa Inggris nya yang mana. Memangnya ada sepuluh macam pula nilai bahasa Inggris itu sekarang?”
“ Benar Pak. Nilai rapor itu sekarang tidak satu lagi. Tak sampai sepuluh sih Pak. Hanya dua saja”
“Dua?”
“Betul Pak. Dua?”
“Dua?”
“Tadi Bapak bilang sudah lihat rapornya Hendra. Kok Bapak tidak tahu nilainya ada dua macam?”
“Ya...  saya lihat sekilas saja. Saya lebih fokus kenilai Seni Budayanya yang hampir sempurna saja”
“O... begitu. Jadi berapa nilai Seni Budaya Nak Hendra Pak?”
“98”
“Hebat. Nilai yang mana tu Pak?”
“Ya.... nilai Seni Budayanya”
“Nilai Seni Budaya juga  ada dua Pak”
“Jangan bikin bingung saya lah. Nilai kok ada dua...?”
“Hendra. Bisa kamu jelaskan pada Bapakmu tentang bentuk rapormu?”
“Ya Pak. Saya akan jelaskan”
“Ok. Silakan”
“Pa. Nilai di rapor itu ada dua macam untuk semua mata pelajaran. Ada nilai Pengetahuan dan ada nilai Keterampilan”
“Ya. Ngak penting itu. Sekarang nilai Bahasa Inggrismu”
“Baik Pak. Hendra, silakan kamu kasih tahu alasan mengapa nilai Bahasa Inggrismu masih belum bagus?
“ Pa... Nilai bahasa Inggris juga ada dua. Ada nilai pengetahuan dan nilai keterampilan”
“Lalu nilai mana yang jelek?”
“Nilai Ketrampilan Pa...”
“Bapak tahu nilai Hendra berapa untuk Bahasa Inggris?”
“Berapa nilaimu?”
“Nilai pengetahuan 89. Nilai keterampilan 65”
“Baiklah Hendra. Kamu tahu alasan mengapa nilai keterampilanmu bisa 65?”
“Tahu Pak”
“Sekarang kasih tahu Bapak mu kenapa nilaimu sampai segitu”
“Pa...  Sa....sa.. saya tidak mengumpulkan beberapa buah tugas produk. Trus satu kali tidak ada nilai praktek.”
“Alaa  ... Bapakkan bisa tinggikan saja nilai anak saya. Tak usah praktek – praktek segala la...?
“Kalau memang nilainya belum cukup bagaimana saya mau tinggikan Pak?”
“Alaa.. jangan cari – cari alasan la Pak. Saya sudah ngerti kok?”
“Bapak mengerti? Maksud Bapak apa sih?”
“Langsung aja Pak.. ngak usah berbelit – belit”
“Maaf Pak. Saya kurang mengerti?
“Kita selesaikan baik – baik Pak”
“Ya.. itu yang saya mau”
“Trus berapa?”
“Maksud Bapak?”
“Ok deh. Kalo Bapak malu?’
“Malu?”
“Hendra. Kamu pergi dulu sana. Biar Papa selesaikan nilaimu”
“Pak.... sa.. saya...”
“Silakan Hendra. Kamu tinggalkan Bapak dan Papamu dulu. Nanti Bapak panggil lagi ya!”
“Ya Pak. Saya permisi”
“Sekarang Bapak mau saya bayar berapa supaya nilai anak saya bagus?”
“Astaqfirullah.... Bapak jangan bilang begitu. Nilai anak bapak itu harus diselesaikan dengan mengerjakan tugas, bukan dengan uang Pak?”
“Ngak usah pura – pura. Saya sebagai orang tua paham kok?”
“Bagus. Bagus sekali kalau Bapak paham”
“Baiklah. Saya mau balik ke kantor lagi ada rapat penting dengan Kepala Dinas”

“Oya Pak. Mungkin rapat itu lebih penting dari ini”
“ Iya... Penting ... penting ... Kalo begitu saya pamit”
“Ya Pak. Makasih. Lho...lho.... ini apa?”
“Sekedar ucapan terima kasih Pak”
“Wah.. Ngak usah Pak... Tidak ada tanda ucapan terima kasih. Malah saya yang berterima kasih Bapak sudah luangkan waktu Bapak ke sekolah”
“Sudah... Terima saja”
“Saya Tidak bisa terima”
“Ngak apa Pak.. Saya ikhlas..”
“Ya.. Bapak ikhlas tapi saya tidak ikhlas menerimanya”
“Hm.....”
“Maaf ya Pak. Yang saya inginkan adalah kerjasama antara sekolah dan orang tua dalam pendidikan anaknya”
“I.. iya..”
“Jadi tolong kerjasamanya. Bapak selalu mengingatkan Hendra untuk belajar dan mengerjakan tugas di rumah”
“Ya Pak. Makasih. Saya akan ingatkan”
“Baik Pak. Semoga perhatian kita berdampak positif untuk kemajuan belajar nak Hendra”
“Iya.... Saya... saya jadi malu”
“Malu...?”
“Ya Pak. Saya kira semua guru itu sama”
“Maksudnya Pak?”
“Saya kira semua urusan di sekolah itu bisa diselesaikan dengan uang?”
“Maaf Pak. Sekolah terutama guru tidak pernah meminta uang pada orang tua wali murid apalagi masalah nilai Pak. Nilai sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan uang”
“Ya.. sekarang saya paham”
“Syukurlah Bapak paham?”
“Baik. Saya titip anak saya disini, saya yakin dia akan sukses”
“Mudah – mudahan Pak”
“Terima kasih Pak. Saya pamit dulu”
“Ya. Maaf sekiranya ada kata - kata saya yang salah tadi”
“Iya. Saya pamit pak Darma”
“Ya... silakan Pak”
“Pak... Pak... Bapaknya Hendra!”
“Ya... Pak Darma memanggil saya”
“Benar Pak. Tunggu!”

“Ada apa Pak. Masih ada yang kurang?”
“Ya.. Saya mau mengantarkan ini. Amplop Bapak ketinggalan di atas meja saya”
“.....”


0 komentar:

Posting Komentar