TERPAPAR COVID-19. NIAT

On Senin, 11 Mei 2020 0 komentar






NIAT

DODI INDRA, S.S.
GURU SMPN BERNAS


“Adeekkk…”
Terdengar suara Nadya. Anak sulungku meneriaki adeknya, Hafif, yang suka iseng dan mengganggu. Aku yang sedang tidur terbangun seketika.
“Kakak… Jangan la ah… “ teriak si adek membalas teriakan kakaknya
“Ibu… lihat ni adek”
“Kakak yang mulai…”
“Ya. Jangan mukul-mukul la. Sakit tahu!”
“Kakak yang duluan pukul adek.”
“Iya. Kan pukulnya pelan!”
“Sakit kok!”
“Sudah… Sudah. Tak usah kelahi. Kalau main ya main saja. Yang akur!” terdengar suara istriku menengahi mereka.
“Iya. Bu. Tapi adek jahat. Lihat ni mainan Kakak dirusakinnya.”
“Kakak juga rusak mobil – mobilan adek.”
“Sudah… sudah… Jangan teriak- teriak gitu. Malu!”
Perlahan kubangkit dari tempat tidur. Rasanya baru sebentar aku membaringkan tubuh. Tidur lagi setelah sholat Subuh. Kulirik jam di dinding kamar. Sudah jam 10.15. Sudah siang. Enak juga ternyata tidak kerja. Tidak ke kantor dan hanya berdiam diri di rumah.
Mewabahnya virus corona membuat semua aktivitas di luar rumah dihentikan. Termasuk juga kantor tempat aku bekerja. Kesempatan ini aku gunakan untuk memanjakan diri setelah sekian lama bergelut dengan pekerjaanku. Rutinitas setiap hari yang harus kulalui. Jam 4.30 pagi sudah harus bangun. Setelah sholat Subuh langsung beres-beres rumah. Sementara istriku sibuk di dapur menyiapkan sarapan dan bekal untuk dibawa ke sekolah anak – anakku. Belum lagi sengitnya membangunkan kedua bauh hati kami. Mandi dan sarapan harus dikerjakan dengan cepat. Jam 6.30 sudah harus berangkat dari rumah. Mengantarkan si sulung ke sekolahnya. Kemudian baru ke sekolah si bungsu. Setelah kedua anakku itu sampai di sekolah masing-masing, aku menuju tempat kerja. Pukul 7.30  biasanya aku sudah sampai.
Namun pagi ini semua rutinitas itu tak kami lakukan. Santai di rumah menikmati waktu kebersamaan bersama keluarga meskipun was – was dihati tentang penyakit yang sekarang lagi mendunia. COVID – 19.
“Ayah sudah bangun,“ teriak Hafif begitu melihatku keluar dari kamar. Bocah  berusia 7 tahun itu langsung memelukku.
“Ayah tak kerja? “ tanyanya enteng.
“Tidak. Ayah di rumah,” jawabku sambil memeluknya.
“Asyik. Bisa temanin adek” teriaknya girang sambil memelukku erat-erat.
“Adek main apa?”
“Ngak main apa -apa. Bosan main mobilan terus. Adek nonton  saja la sama Ayah.”
“Adek menganggu saja Yah. Kakak main dia ikutan main. Kakak nonton dia ikutan nonton. Milih siaran yang dia sukai aja. Egois. Tak mau berbagi!” celoteh Nadya menanggapi ucapan adeknya,
“Mana pula. Kakak yang egois.” bantah Hafif.
“Sudah. Jangan rebutan! Sekarang giliran ayah  yang nonton,” kataku sambil mengambil remote TV.
“Adek juga mau nonton. Adek nonton Upin Ipin,”  larang Hafif sambil merebut remote dari tanganku.
“Masak Upin Ipin terus. Filmnya itu ke itu aja terus. Bosan!” celutuk Nadya
“Biar aja…”
“Sudah. Jangan kelahi.   Sekarang Adek nonton. Nanti kalo Upin Ipinnya dah habis, kasih ke kakak ya. Kakak lagi yang nonton,” kataku membagi. Kubatalkan niat untuk menonton televisi.
“Ya Ayah…” jawab kedua anakku serempak.
Aku beranjak dari depan TV.
“Ayah mau kemana?” tanya Nadya.
“Ayah mau tidur lagi,” kataku datar.
“Bantu Kakak la Ayah! Kakak tidak mengerti pelajaran ini.”
“Pelajaran? Kakak ada PR?”
“Bukan PR Ayah. Ni tugas dari bu guru.”
‘Kakak kan libur. Kok ada tugas?”
“Belajar dari rumah Ayah. Kakak lagi pembelajaran online ni bersama buk guru.”
“Online?” tanyaku heran.
“Iya. Sudah seminggu pun pembelajaran onlinenya,” ucap Nadya memberitahu.
“Ok. Pelajaran apa?”
“Matematika Yah. Susah kali soalnya!”
“Coba lihat ayah!” ujarku sambil melihat ke android Nadya yang sedang dipegangnya.
“O… Sudut ya. Yang ini Kakak tambahin dulu kemudian baru dibagi…” Aku mulai menerangkan tentang cara mencari besar sudut. Pelajaran Matematika tentang sudut memang sedikit susah. Apalagi belajarnya hanya lewat dunia maya begini tentu saja Nadya kurang paham dan untuk bertanya pun sulit. Tak terasa cukup lama juga aku menjelaskan pelajaran Nadya. Mulai dari membahas rumus sampai mengerjakan tugas yang diberikan gurunya.
“Sudah ya. Ayah tinggal dulu. Kakak lanjutkan mencatatnya. Setelah itu photo dan kirimkan ke WA gurunya,” kataku memberi arahan.
“Ya Ayah. Thanks so much.”
“Welcome,” jawabku lalu beranjak menuju kamar. Kulirik jam dipergelangan tangan kiriku. Jam 14.10.
Masih banyak waktu. Aku lanjut tidur siang lagi ah..!” pikirku lalu beranjak menuju kamar.

“Adek… Jangan ganggu Kakak!“ Terdengar teriakan Nadya dari luar. Aku yang lagi tidur siang terbangun.
“Pinjam Adek Kak!”
“Kakak lagi pakai lho Dek!”
“Kan sudah dari tadi. Pinjamlah Adek lagi!”
“Nanti. Tunggu dulu!”
“Kakak pelit kali pun…”
“Ada apa lagi?” Terdengar suara ibunya.
“Adek rebut HP Kakak.”
“Adek. Kakak lagi pake HPnya. Adek jangan ganggu ya!”
“Tapi adek mau pinjam”
            Segera kubangkit dari ranjang. Suara  keributan dari luar tak bisa membuat mataku kembali terpejam.
            “Ayah. Lihat ni Adek!” adu Nadya.
            “Adek mau pinjam HP Kakak Yah…!”
            “Kakak lagi pake…!” teriak Nadya kesal.
            “Nadya. Bicaranya yang lembut. Tak perlu teriak – teriak gitu,” kataku menasehato.
            “Adek main rebut aja Yah. Kakak lagi pakai juga.”
            “Untuk apa HP sama Adek?”
            “Adek mau mengirim tugas Adek sama buk guru.” Kata Hafif sambil menunjukkan tugasnya. Kuambil tugas yang disodorkan anak lanangku itu.
            “Pantun ya Dek?” tanyaku memastikan.
“Iya Ayah. Pantun tentang corona,” jawab Hafif.
“Ini sudah selesai?” tanyaku. Kulihat ada 3 bait pantun di buku tulis Hafif.
“Sudah Ayah. Hanya 3 buah pantun saja,” jawab Hafif seolah-olah tahu apa yang sedang kupikirkan.
“Terus… Tugasnya ini mau diapakan?”
“Diphoto dan dikirimkan ke WA buk guru Yah.”
“O… Sini. Adek pakai HP Ayah saja.” Ku sodorkan HP kearah Hafif.
“Makasih Yah” ucap Hafif. Nampak rona bahagia di wajahnya.
Aku terduduk di kursi depan TV. Niat hati untuk santai memanjakan diri. Ternyata membuat kepalaku sakit. Tidur tak nyaman. Sebentar-sebentar suara teriakan terdengar. Belum lagi suara musik tetangga yang terdengar nyaring sampai ke rumah. Gimana mau istrahat. Ini baru hari pertama di rumah. Bagaimana hari selanjutnya? Tak terbayangkan.
“Oh Tuhan… Kalau begini mah. Lebih baik bekerja seperti biasa.” Gerutuku sendirian.
“Ayaaaah…!”
“Aduh Hafif. Jangan teriak-teriak! Ada apa?”
“Nomor buk guru Adek tidak ada di HP Ayah. Adek tak bisa kirim tugas.”
“!!!”


Pangkalan Kerinci, 07 April 2020

0 komentar:

Posting Komentar