Sekitar 40 tahun yang lalu, waktu itu saya sedang bersekolah di SMA Negeri Pacitan, daerah yang sangat terpencil, terisolasi dalam tanda kutip. Sekali, dua kali, saya datang ke Surabaya, saya melihat Kampus Fakultas Kedokteran UNAIR yang megah. Dalam hati kecil saya, karena saya berasal dari keluarga biasa, alangkah bangganya, kalau saya bisa diterima dan masuk ke Universitas Airlangga waktu itu. Karena sejak itu pun, UNAIR bersama-sama dengan UI, UGM, ITB, dan Perguruan Tinggi yang setara pada zamannya menjadi salah satu kebanggaan nasional dan apalagi sebagai seorang putera Indonesia asal Jawa Timur, tentu kita amat membanggakan Universitas Airlangga.
Sekarang saya bukan hanya ikut merasa bangga, tetapi saya mengucapkan selamat atas keberhasilan Perguruan Tinggi ini membangun diri dan menjadi Universitas terkemuka. Tadi Saudara Rektor mengatakan, Mendiknas pernah melapor kepada saya, bahwa dari segi social sciences, Perguruan Tinggi ini memiliki peringkat 330 dari top universities sejagad. Saya berharap, jadikan modal awal, initial capital untuk lebih meningkatkan lagi, sehingga betul-betul motto dari UNAIR menjadi salah satu pusat keunggulan, center of excellence ditambah lagi oleh excellence with morality, itu betul-betul menjadi kenyataan. Saya yakin, insya Allah UNAIR bisa meningkatkan status dan standing-nya.
Saya juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada UNAIR yang terus mencetak putera-puteri bangsa, terus memproduksi human capital yang sangat kita perlukan untuk, bukan hanya meningkatkan daya saing bangsa kita, tapi juga untuk membangun Indonesia menjadi negara maju pada abad ini, abad 21.
Saya akan menyampaikan Kuliah Umum dengan alat bantu di layar yang ada di depan Hadirin sekalian di kanan dan di kiri. Dan di akhir Kuliah Umum saya, saya akan merespon aspirasi dari Badan Eksekutif Mahasiswa UNAIR yang kemarin disampaikan kepada Ketua Majelis Wali Amanah. Saya memberikan apresiasi karena pandangannya kritis. Dan mahasiswa harus kritis dengan idealisme yang tinggi dan saya akan meresponnya. Dan terakhir akan saya sampaikan pesan dan harapan kepada UNAIR dan Keluarga Besarnya, termasuk juga para Pimpinan Perguruan Tinggi yang turut hadir pada acara yang penting ini.
Sebagaimana disampaikan oleh Saudara Rektor, Kuliah Umum yang ingin saya sampaikan ini tentu mengait kepada masa depan kita, mengait kepada kemandirian bangsa, mengait nasionalisme dan hal-hal lain yang bertautan dengan itu. Sudah bisa dikeluarkan? Belum muncul ya?
Judul yang saya sampaikan adalah “Transformasi Indonesia��?. Baca bukan hanya reformasi, tapi sebuah transformasi dalam dunia yang terus berubah, yaitu dalam era globalisasi.
Ada empat hal yang ingin saya sampaikan sebagai agenda utama dari presentasi saya. Pertama, marilah kita jawab pertanyaan penting di awal kuliah ini, dapatkan Indonesia bangkit dari krisis dan dapat pulakah Indonesia menjadi negara maju pada abad 21 ini?
Yang kedua, saya ingin melakukan penyegaran kembali, meskipun kita semua mengalami keadaan negara kita pascakrisis dan tantangan yang menghadang kita sekarang ini dan ke depan untuk membangun bangsa dan negara.
Yang ketiga, bagaimana pun perjalanan sebuah bangsa memerlukan arah, memerlukan visi atau penglihatan yang jauh ke depan dan tentunya diperlukan suatu strategy dan policy yang pas untuk mencapai tujuan pembangunan itu.
Dan secara khusus, saya ingin menggarisbawahi pentingnya kita meningkatkan atau membangun daya saing kita dalam dunia yang makin kompetitif.
Terhadap pertanyaan yang saya ajukan di awal kuliah ini. Dapatkah Indonesia bangkit dari krisis dan menjadi negara maju? Saya ingin menggarisbawahi, bahwa dalam perjalanan sejarah kita, sejak Kemerdekaan 62 tahun yang lalu, Indonesia selalu dapat mengatasi krisis, selalu dapat keluar dari berbagai cobaan yang berat dan akhirnya melanjutkan perjalanannya menuju masa depan yang dicita-citakan. Saya punya keyakinan sekarang dan ke depan pun, insya Allah kita akan bisa betul-betul pulih dari krisis dan membangun kembali negara kita.
Kalau kita pandai bersyukur tahun ini, 10 tahun setelah krisis itu kita lewati dengan dampak implikasi dan ekornya, tidakkah telah terjadi berbagai perbaikan sebagai hasil reformasi, meskipun masih banyak pula tujuan-tujuan yang belum sepenuhnya dapat kita capai dan masih harus kita lakukan terus-menerus sekarang dan ke depan.
Yang ketiga, keyakinan saya bahwa kita bisa menjadi negara maju adalah kita punya potensi, punya sumber daya, resources untuk menjadi negara maju. Oleh karena itu, kamusnya adalah, tesisnya adalah apabila semua potensi dan sumber daya itu dikelola dengan baik, tentu dengan visi dan strategi yang kena, dengan management dan kepemimpinan yang efektif dan dengan persatuan, serta kerja keras bersama kita, maka semua itu akan dapat kita transformasikan menjadi sesuatu yang menjadi cita-cita kita, Indonesia yang maju dan sejahtera.
Masih segar dalam ingatan kita, kondisi yang kita alami 10 tahun terakhir ini, terutama tahun-tahun awal ketika kita mengalami krisis pada akhir 1997 dulu. Saya ingin potret satu aspek saja, yaitu keadaan sosial ekonomi kita. Pertumbuhan rendah, sebelum krisis 6 sampai 7%. Terjadi krisis, minus 13%, konstraksi yang luar biasa dan tertatih-tatih kita, terus berusaha memulihkan pertumbuhan ini. Dan alhamdulillah, tahun ini 3 triwulan berturut-turut, pertumbuhan kita sudah mencapai 6%, mudah-mudahan kita pertahankan ke depan nanti.
Pengangguran tinggi. Meskipun 2 tahun terakhir sudah menurun, tapi saya harus jujur mengatakan masih tetap tinggi. Ini harus kita perjuangkan secara sungguh-sungguh untuk kita turunkan secara lebih tajam lagi, seraya membuka lapangan pekerjaan yang baru.
Yang ketiga, akibat krisis pula, kemiskinan meningkat, meningkat tajam. Meskipun angkanya juga 2 tahun terakhir menyusut, tetapi kita semua belum puas karena angka itu masih tinggi. Kita tidak perlu membandingkan negara-negara lain yang juga kemiskinannya tinggi atau lebih tinggi dari kita. Mari kita fokus bahwa ini misi besar kita untuk terus menguranginya.
Hutang membengkak. Bayangkan Saudara-saudara, di awal krisis dulu, rasio hutang terhadap pendapatan bruto kita, debt to GDP ratio, itu mencapai 150%. Artinya apa? Kita punya pendapatan nasional kurang-lebihnya begitu untuk bayar hutang tidak cukup, karena 150%. Terus-menerus kita turunkan, 2004 sudah menjadi 54,5%. Alhamdulillah, akhir tahun 2007 ini sudah di bawah 35%. Jauh lebih baik dibandingkan Malaysia, Thailand dan Filipina. Meskipun harus kita akui dari struktur APBN kita kurang-lebihnya, sekarang ini yang kita belanjakan sekitar 660 triliyun 2007, insya Allah tahun depan menjadi 800-an begitu, sekarang hampir 700, saya salah, 800. Kandungan untuk membayar hutang masih tinggi. Subsidi sekitar 100 triliyun, membayar hutang 100 triliyun lebih. Kita memiliki kewajiban sejarah untuk terus menurunkan angka hutang kita ini, sehingga menjadi rasional dan tidak membebani generasi yang akan datang. Karena krisis, perhatian kita tidak pada aspek pembangunan lingkungan, ditambah dengan kesulitan finansial selama 10 tahun terakhir harus kita akui. Kita juga kurang peduli terhadap pelestarian lingkungan, sehingga akhirnya kita rasakan ada degradasi lingkungan kita. Semuanya ini Saudara-saudara, kalau kita ingat dalam keadaan politik, sosial, dan keamanan yang tidak stabil. Kita rasakan semuanya keadaan 1998, 1999, 2000, 2001 dan tahun-tahun itu.
Ketika kita sejak Presiden Habbibie, Presiden Gus Dur, Presiden Megawati bersama-sama untuk memulihkan semuanya itu, kita menghadapi gangguan yang lain, yang saya sebut dengan goncangan kedua, second shocks, yaitu tsunami dan bencana alam pada tiga, empat tahun terakhir ini. Dan kemudian dibarengi meroketnya harga minyak dunia, terutama pada 3 tahun terakhir yang belum pernah dibayangkan harga minyak mencapai 70 dollar per barel dan terus berfluktuasi seperti sekarang ini.
Kondisi itu pun Saudara-saudara, berada dalam lingkungan dimana sedikit ada turbulence pascaPemilu 2004, karena pertama kali negara kita melaksanakan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung, ada sedikit turbulence, tetapi alhamdulillah bisa kita diatasi. Waktu itu Saudara masih ingat keamanan di Aceh belum baik benar, aktivitas Gerakan Aceh Merdeka dari segi gerakan bersenjata juga masih tinggi intensitasnya, ancaman terorisme masih kita hadapi, korupsi yang masih meluas dan juga masih ingat kita, embargo dan tekanan internasional terhadap Indonesia begitu tingginya. Alhamdulillah, 5 butir itu secara bertahap telah dapat kita perbaiki, meskipun saya mengatakan masih panjang jalan yang harus kita lalui untuk betul-betul mengatasi goncangan dan mencapai tujuan-tujuan pembangunan kita.
Dalam kondisi seperti itu, maka tugas dan agenda Pemerintah, baik Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah akhirnya, ya pertama-tama, kita harus mengelola dan mengatasi bencana dan krisis harga minyak karena memukul segala sendi kehidupan ekonomi kita. Yang kedua, ingat, pasca krisis, ekonomi kita harus kita bangun kembali, economic reconstruction sesuai dengan yang telah kita tetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2004-2009. Dan yang ketiga, kita harus bikin baik pula keadaan dalam negeri kita, baik secara politik, sosial, hukum maupun keamanan.
Tiga tugas inilah yang harus kita laksanakan secara serentak, secara simultan. Dan sering kali sebagai seorang praktisi, situasinya tidak selalu mudah. Apa yang saya sampaikan ini berangkat dari dan sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan penugasan yang saya emban, baik dulu sekitar 4 tahun di Pemerintahan sebagai Menteri dan sekarang hampir 3 tahun sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, sehingga saya ingin menyampaikan secara terbuka, secara obyektif apa yang kita hadapi, baik di dalam negeri maupun di luar negeri untuk menjadikan periksa semuanya. Dan tentunya harapan saya untuk bersama-sama kita atasi secara baik.
Di samping tantangan-tantangan situasional yang harus kita hadapi seperti itu, kita juga menghadapi tantangan struktural, structural challenge yang dihadapi oleh sebuah negara yang sedang membangun, sebuah negara berkembang semacam Indonesia. Ini tidak khas Indonesia, juga dialami oleh negara-negara lain, negara berkembang yang sedang membangun dirinya.
Pertama, kondisi Indonesia sebagai negara berkembang, kita rasakan kemiskinan, pengangguran, pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur masih merupakan kendala yang terus-menerus harus kita atasi dan perbaiki. Persoalan lain adalah tingginya hutang dan kurangnya investasi dan pendanaan, baik sumber pendanaan dalam negeri maupun sumber pendanaan dari luar negeri.
Proses crisis recovery yang kita jalankan, sekaligus atau bersamaan dengan reformasi memang belum rampung. Jadi masih banyak tatanan-tatanan yang belum in place, belum siap untuk mengelola semua permasalahan yang kita hadapi. Tantangan khas demokratisasi, negara yang sedang melakukan transisi menuju demokrasi yang mapan, consolidated democracy, itu selalu ada tantangan-tantangan yang saya sebut dengan kegaduhan-kegaduhan politik yang itu harus kita lewati, tidak usah cemas karena akan dialami oleh negara manapun yang sedang dalam proses demokratisasi, dengan harapan semua akan tertata dengan baik.
Dan yang tidak kalah pentingnya, pada dunia yang makin mengglobal ini, kompetisi antarbangsa, kompetisi antar multinational corporation menjadi lebih keras, lebih tajam, lebih mengemuka. Kita tahu, bahwa kita tidak hidup menyendiri, Indonesia hidup dalam dinamika globalisasi yang semua orang tahu globalisasi di samping mendatangkan kebaikan, juga menghadirkan tantangan dan permasalahan. Yang penting, bangsa kita cerdas dan arif menyikapi globalisasi ini. Dan kita semua tahu, globalisasi menghadirkan ketimpangan, imbalances, kadang-kadang unfairness, ketidakadilan, dominasi negara maju, negara kaya, the rich, kemudian multinational corporation yang saya katakan tadi, kadang-kadang memaksakan term of reference-nya di dalam menjalankan kerjasama dengan negara-negara di dunia ini.
Tiga tahun pengalaman saya mengelola hubungan internasional, mengambil keputusan, menetapkan kebijakan, merespon tantangan, memang kondisi itu betul-betul kita hadapi. Dalam konteks WTO saja, perjuangan negara-negara berkembang dan kita sekarang menjadi koordinator sejumlah negara berkembang melawan negara-negara maju untuk sebuah perdagangan yang adil, itu bukan main tantangannya. Kita hanya ingin mendapatkan keadilan, karena negara berkembang seperti Indonesia ingin mencapai MDGs, Millennium Development Goals, ingin membangun ekonominya, ingin mengurangi kemiskinan, meningkatkan pendidikan dan kesehatan. Kita berharap, pasar negara maju lebih terbuka untuk komoditas kita, terutama komoditas pertanian. Itu pun tidak selalu mudah, tetapi harus kita perjuangkan, sehingga ada fair trade yang lebih bagus dan negara berkembang, seperti negara kita lebih berdaya mendapatkan manfaat yang baik.
Lusa, tanggal 7, saya akan berangkat menghadiri APEC di Sydney, Australia. Ada 21 Kepala Negara, itu pun juga dengan posisi yang berbeda-beda. Ada Jepang misalkan, ada China, ada Amerika, ada Australia, ada Rusia, kemudian negara-negara ASEAN, lantas juga negara-negara yang lain. Kita terus memperjuangkan, berkompetisi agar benefit-nya riil untuk kita, agar kepentingan kita bisa kita perjuangkan. Tetapi sekali lagi, tidak semudah yang kita bayangkan, karena sikap itu adalah fungsi kepentingan dan setiap negara punya kepentingannya sendiri-sendiri.
Oleh karena itu, di tengah-tengah seperti ini dengan kondisi globalisasi yang kita pahami, negara kita tahun-tahun terakhir ini lebih banyak mengembangkan kerjasama bilateral yang menghadirkan manfaat langsung, direct benefit. Ini yang kita kembangkan dengan Korea Selatan, dengan China, dengan Rusia, dengan Jepang dan negara-negara yang lain. Saya ingin menggambarkan Saudara-saudara, bahwa tantangan yang kita hadapi melanjutkan pembangunan ini, not only yang sifatnya domestik, tetapi dunia tempat kita hidup dan berinteraksi ini juga menghasilkan sejumlah tantangan yang tidak ringan.
Tentu kita punya mimpi, dream, dengan harapan this dream becomes reality kelak kemudian hari. Indonesia abad 21 yang kita tuju, tentunya Indonesia yang kuat. Kuat dalam arti berketahanan, tidak mudah rontok, tidak mudah mengalami krisis, apabila terjadi goncangan. Indonesia yang maju, developed, menjadi developed country yang memiliki daya saing yang menjadi self generating nation dengan potensi yang dimiliki terus-menerus bisa dikelola dan dikembangkan.
Dan ada beberapa elemen di sini, bisa dibaca di depan. Harapan kita, Indonesia seperti itu adalah Indonesia yang makin maju dalam ekonomi dan kesejahteraan rakyatnya, budaya dan teknologinya, persatuan dan harmoni sosial, demokrasi, kebebasan mekar, tapi disertai rule of law dan political order, pertahanan keamanan yang kuat, sehingga kita bisa mempertahankan kedaulatan kita, keutuhan negara kita dan kita juga bisa berperan secara konstruktif dalam hubungan internasional.
Kalau kita lihat jalan menuju ke situ, jalan menuju negara maju, tidak ada yang sifatnya jalan pintas, tidak ada shortcut. Ya kalau kita ingin menjadi negara maju, insya Allah 2050. Kemarin Indonesia Forum ada Pimpinannya, Pak Chairul Tanjung di situ, mempresentasikan kepada kami, 2030 harapannya Indonesia tumbuh menjadi ekonomi yang kuat, insya Allah bisa kita capai. Tetapi untuk menjadi developed country, developed nation, menurut estimasi saya dari melihat semua faktor yang kita miliki, mungkin insya Allah, kita akan sampai pada kondisi itu pada tahun 2050. Asalkan kita betul-betul melakukan perubahan yang signifikan dengan paradigma yang saya kedepankan, yang saya sampaikan di bawah ini.
Kita harus betul-betul membangun bangsa dan negara secara terpadu, berdimensi kewilayahan, tinggalkan model sentralisme dulu, berikan kelonggaran kepada daerah, provinsi, kabupaten, dan kota seluruh Indonesia untuk membangun dirinya, tetapi sekaligus sambil terus mempertahankan kelestarian lingkungan. Ini adalah paradigma utama pembangunan kita ke depan menuju tahun 2050.
Yang kedua, karena kita punya sumber daya, resource, maka yang kita kembangkan adalah sebuah paduan, resource based development dengan knowledge based development. Kalau bidang ekonomi ya, resource based economic development bersama-sama dengan knowledge based economic development.
Yang ketiga, pertumbuhan harus bersama pemerataan, harus disertai pemerataan. Saya tidak percaya dengan teori trickle down effect, yang penting kita bangun dulu, pertumbuhan dulu, nantikan akan mengalir ke bawah, rakyat kita akan mendapatkan manfaat dan kesejahteraannya. Saya tidak percaya dan banyak negara berkembang gagal untuk mempraktekkan teori trickle down effect ini. Sejak awal kita harus bersama-sama untuk menghadirkan equity dalam setiap pertumbuhan yang kita bangun.
Kemudian yang keempat adalah memperkokoh ketahanan dan kemandirian bangsa, tetapi bukan dalam dunia yang vakum, tetapi dalam kerjasama internasional yang konstruktif, yang membawa manfaat bagi kita.
Dan yang kelima, ini ciri-ciri yang harus kita lakukan sebagai koreksi atas praktek pembangunan di waktu yang lalu, semua elemen, semua warga bangsa harus diajak serta, diminta peran dan kontribusinya, termasuk peran universitas, peran industri, peran Lembaga Swadaya Masyarakat dan komunitas-komunitas lokal.
Kalau kita ambil bentangan waktu 10 tahun, maka kita bisa lebih menajamkan lagi bahwa yang kita tuju kualitas hidup rakyat kita yang makin baik, the quality of life of our people. Ya gampangnya, kemiskinan diharapkan berkurang secara tajam 10 tahun dari sekarang. Kita berharap memiliki pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Ada yang tumbuh 8-9% seperti India. 10 sampai 11% seperti China. Saya punya pendapat, tidak harus kita setinggi itu, 6-7% pun oke, asalkan disertai pemerataan, equity dan asalkan sustainable tanpa harus merusak lingkungan. Yang ketiga, semua yang kita miliki, aset, sumber daya, modal finansial, itu akan sia-sia, akan tidak digunakan dengan baik, bisa bocor, apabila kita tidak memiliki tata pemerintahan yang baik, good governance dari pusat sampai daerah.
Kemudian kita ingin negeri kita teduh, sehingga pembangunan ekonomi bisa dijalankan. Oleh karena itulah, rule of law dan ketertiban publik diharapkan makin terbangun, demokrasi diharapkan makin mekar, era kebebasan perlu kita syukuri, tentu kebebasan harus digunakan dengan menggunakan akhlak, kebebasan harus mendatangkan manfaat dan kebebasan itu sendiri tentu tidak boleh menganggu kebebasan orang lain. Tapi demokrasi dan kebebasan adalah pilihan kita yang harus kita pertahankan dan kita hadirkan disertai dengan harmoni, bukan demokrasi yang menghadirkan perpecahan, konflik terus-menerus, tetapi harmoni seperti budaya Timur yang ada di Asia Timur dewasa ini. Dan yang tidak kalah, sebagaimana yang saya sampaikan tadi, karena dunia ini sering kurang adil, mari kita terus berjuang dalam hubungan internasional, dalam era globalisasi, agar kita bisa tampil terhormat dan menang.
Untuk menjabarkan itu semua dalam pandangan saya dan ini sesungguhnya menjadi kebijakan dan strategi kita, menjadi bagian dari apa yang kita lakukan sekarang ini, tahun demi tahun, dasawarsa demi dasawarsa, yang kita mulai 10 tahun pertama, bagaimana pun pengurangan kemiskinan menjadi prioritas, terutama memberikan atau meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan minimal sehari-hari, purchasing power. Bahasa ekonom, inflasi harus terkelola. Bahasa rakyat, harapan kita kebutuhan dasar rakyat, kalau dulu dikenal sembako, tapi saya sekarang lebih melihat pada 4 komoditas, beras, gula, minyak goreng, dan minyak tanah, terutama itu. Pasarnya sangat dinamis, pengaruhnya globalisasi ikut mempengaruhi harga. Tapi bagaimanapun kita harus mengelola 4 hal itu.
Yang kedua, penciptaan lapangan pekerja, terutama bagi yang menganggur. Yang sudah bekerja, kita berharap, kesejahteraannya layak, dilindungi hak-haknya, adil, tetapi yang masih menganggur jangan pula tidak dapat lapangan pekerjaan. Oleh karena itu, kita ingin hubungan yang baik, Pemerintah, dunia usaha dan karyawan itu sendiri, para buruh itu sendiri, agar makin tumbuh usahanya dan akhirnya memberi lapangan pekerjaan bagi yang masih menganggur.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi, saya katakan tadi harus menyeluruh, harus inklusif, harus broad based. Kemudian ketahanan pangan, ini sangat penting, Saudara-saudara. Penduduk dunia sekarang 6,3 milyar, buminya tidak berkembang, malah mengalami penurunan dari sumber-sumber pangan, negara kita jumlahnya 230 juta kurang-lebih, semua memerlukan pangan. Ini harus ada policy yang jitu tentang pertanian kita, tanpa merusak lingkungan.
Kemudian ketahanan energi. Semua bicara energi. Listrik kita kurang, saya tahu. Oleh karena itulah, kita membangun tambahan listrik 10.000 Megawatt 3 tahun mendatang sebagai bagian dari crash programme. Itu pun belum cukup, harus kita tambah dengan scheme yang lain, karena sejak Bung Karno sampai sekarang ini, kita punya daya listrik 25.000 Megawatt, padahal kebutuhan kita, barangkali 2 kalinya. Oleh karena itulah, kita akan tingkatkan secara intensif supply dari listrik kita ini. Kemudian Pemerintah Daerah dan civil society, kita berharap makin kontributif di situ, diajak semuanya untuk membangun. Kemudian sekali lagi, good governance harus kita hadirkan dan semuanya itu mesti berada dalam lingkungan dalam negeri yang aman, tertib, dan stabil.
Dengan arah atau visi seperti itu, dengan jalan menuju Indonesia maju seperti itu, dengan memahami faktor-faktor domestik dan internasional seperti ini, kita makin yakin, bahwa yang bisa bikin maju negara kita, ya kita sendiri. Makin mandiri, makin berdaya saing, makin tepat mengelola semuanya ini, maka kita akan lebih cepat sampai kepada kondisi yang kita harapkan, Indonesia yang lebih maju dan Indonesia yang lebih sejahtera.
Pilar utama daya saing adalah tiada lain human capital atau sumber daya manusia, modal manusia. Dan yang kedua adalah inovasi teknologi. Saudara masih ingat, ketika Indonesia mengalami krisis 1997, 1998, ekonomi kita kolaps. Ternyata setelah dilakukan analisis dari berbagai faktor yang paling mendasar adalah karena pertumbuhan ekonomi kita waktu itu lebih banyak ditopang oleh kapital atau modal non-manusia. Jangan sampai negara kita ambruk yang kedua kali secara ekonomi. Jangan kita mudah jatuh menghadapi goncangan seperti itu lagi. Oleh karena itulah, marilah kita perkokoh, kita perkuat pilar kita, bahwa kemajuan ekonomi, kemajuan bangsa, itu disebabkan oleh kualitas dari human capital kita.
Inovasi teknologi masalah lingkungan, masalah energi, banyak sekali, itu ternyata bisa dipecahkan dari 3 hal. Yang pertama, kebijakan yang tepat, correct policy, domestik ataupun internasional. Yang kedua adalah kesadaran manusia, kultur, habit. Tetapi yang ketiga, technological innovation ternyata menjadi satu faktor yang ikut menyukseskan upaya-upaya itu. Oleh karena itu, saya ajak semua, para teknolog, ilmuwan, peneliti untuk betul-betul mengembangkan inovasi teknologi di negara kita.
Saya ingin cerita satu sisi lain dari fenomena abad 21 ini. Saudara tahu bahwa secara klasikal, ekonomi kita atau peradaban kita ini dikategorikan sebagai peradaban gelombang satu, pertanian, masih ingat. Gelombang dua, industri. Dan gelombang tiga, informasi. Sekarang ketika kita memasuki abad 21, ada suatu tantangan besar atas keselamatan bumi kita. Kita khawatir, kalau bumi tidak bisa mendukung lagi kehidupan manusia dan terjadi dalam tanda kutip kiamat, karena tidak bisa membiayai lagi hidup dan kehidupan kita. Tentunya kita berserah diri dan mohon kepada Yang Maha Kuasa tentunya kita harus berjuang untuk menghadapi itu. Tetapi ada kesadaran global sekarang, ada global commitment, bahwa kita harus bersama-sama menyelamatkan bumi.
Muncul sekarang ekonomi gelombang keempat, fourth way economy. Kita masuk yang disebut dengan ekonomi kreatif, ekonomi berbasiskan budaya, ekonomi lingkungan, ekonomi warisan, heritage economy. Kalau kita bicara ekonomi kreatif, Saudara-saudara, Indonesia punya potensi yang besar untuk memiliki daya saing. Karena ekonomi kreatif itu perpaduan antara arts, bagaimana kreativitas kita, inovasi kita dan tentunya memerlukan back up teknologi. Oleh karena itu, melalui forum yang terhormat ini, saya menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia, dunia usaha Indonesia, Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian, mari kita bangun dan tingkatkan ekonomi kreatif kita, heritage economy, cultural based economy, eco-economy yang semuanya itu sangat kaya untuk dikembangkan di negeri kita.
Kreativitas menjadi sangat penting, oleh karena itu misi Perguruan Tinggi UNAIR, perguruan tinggi yang lain, didik mahasiswa kita kelak menjadi manusia-manusia yang kreatif, yang inovatif. Jangan menggunakan metodologi yang seolah-olah mahasiswa menerima demikian saja apa yang diberikan oleh dosen, oleh pengajar. Saya minta digugah pikiran-pikiran mereka. Mahasiswa harus juga berani men-challenge para dosen, para guru besar secara konstruktif, agar semuanya berkembang.
Pendidikan harus membangun yang disebut dengan intellectual curiousity, rasa ingin tahu, apalagi mengapa bisa begitu, energi bagaimana, pangan bagaimana, climate change bagaimana, dan seterusnya. Saya minta UNAIR mengembangkan metodologi dan evaluasi seperti itu. Kemudian mesti memiliki rasa bersaing yang tinggi, kalau Malaysia bisa, kita bisa. Kalau Singapura bisa, Indonesia bisa. Kalau China, India bisa, kita juga bisa. Jangan kita merasa rendah diri terus-menerus. Waduh ini, kalah kita, waduh, nasib kita. Nasib-nasib apa? Nasib kita baik, kalau kita optimis. Maka tadi Pak Rektor bicara optimisme, Pak Mendiknas bicara optimisme. Tadi malam, saya dialog para Pemimpin Redaksi Jawa Pos Grup bicara optimisme. Pak Dahlan Iskan dari Tiongkok yang baru menjalani operasi, beliau bicara lewat screen tadi malam kepada saya bicara optimisme. Saya 200%.
Kalau kita pesimis, bangsa yang pesimis, setiap melihat sesuatu itu yang ada persoalan saja. Waduh ini persoalan ini susah ini, waduh begini. Itu orang pesimis itu. Kalau orang yang optimis, ada masalah, ada masalah, ada masalah, tapi mesti ada jalan keluarnya, mesti ada solusinya. Pilih yang mana, silakan. Kalau Indonesia mau maju, ya mari kita menjadi bangsa yang optimis.
Thinking outside the box. Jangan konvensional terus. Kalau cara ini mentok, cari cara, masih mentok, cari yang lain, sampai bisa. Thinking outside the box. Kalau mengurangi kemiskinan hanya memberikan ikannya saja, maka tidak memberdayakan, it is not empowering. Cari cara-cara yang lebih cocok, sehingga 3 tahun lagi, 6 tahun lagi, 10 tahun lagi, masyarakat kita yang miskin-miskin lebih berdaya. Thinking outside the box. Kalau energi makin seperti ini, harganya menggila, kemudian solusinya, ya sudah kalau gitu kita genjot lagi produksi dalam negeri. Ada batasnya, habis juga kita suatu saat punya minyak, punya gas, punya batubara. Mari kita membangun hidup baru, teknologi dan segala macam, sehingga terjadi efisiensi yang lebih besar dari penggunaan energi. Thinking outside the box, dan lain-lain.
Kemudian peran research and development, penelitian dan pengembangan, litbang penting. Litbang itu bukan sulit berkembang. Oleh karena itu, UNAIR jangan kalah sama UI, UI sudah mendeklarasikan diri menjadi Research University. Saya berharap UNAIR pun demikian dan perguruan tinggi yang lain jangan kalah. Kembangkan penelitian dan pengembangan. Namanya litbang, namanya research itu bukan harus negara, bukan harus Pemerintah, perguruan tinggi bisa di depan, swasta bisa di depan, petani pun bisa di depan. Lihat produk-produk pertanian Thailand, jambu Bangkok, apalagi itu, duren Bangkok. Semua Bangkok, Bangkok, Bangkok. Ternyata, saya datang ke sana, saya ketemu Perdana Menterinya, bicara. Kenapa penelitian komunitas petani itu didorong, kreatif, diberikan bantuan permodalannya, diberikan kemudahan, akhirnya tumbuh kompetisi antara lokalitas petani. Jadilah produk seperti itu.
Saya ke Malaysia, melihat buah sawit. Kita kan segini besarnya. Di Malaysia itu ada segini. Ini kenapa? Iklimnya sama, tanahnya sama, Indonesia, Malaysia bahasanya sama. Karena penelitian, research. Itulah 2 tahun terakhir kita gebrak lembaga penelitian pengembangan, ayo jangan tidur, bangun, bangun, bangun, bikin lebih maju. Alhamdulillah, sudah mulai bangkit, sudah mulai maju, tapi belum cukup. Oleh karena itu, mau kompetitif kita, penelitian, pengembangan. Mendiknas perhatikan anggaran untuk jajaran Diknas. Ini Menteri Keuangan enggak di sini. Menteri Keuangan juga perhatikan biaya untuk research di lembaga-lembaga yang lain. Tetapi swasta, ini para pengusaha ada di sini juga, bikin research, kemudian perguruan tinggi tentunya, ajak komunitas masyarakat untuk melakukan research dan pengembangan.
Dari itu semua, akhirnya kembali kepada pertanyaan pertama tadi sebagai konklusi, dapatkan Indonesia bangkit dari krisis dan menjadi negara maju? Setelah mendengar uraian saya yang pesimis mengatakan tidak bisa, yang optimis tentunya mengatakan bisa. Jangan tepuk tangan dulu. Bisa asalkan, tolong, jadi bisa menuju ke situ ya mesti bisa. Tapi di atas segalanya, kalau bangsa kita terus terpecah-belah, berjarak, bermusuhan, maka tidak ada artinya persatuan dan kerja keras dari seluruh rakyat diharapkan.
Jangan bangsa Indonesia yang dari dulu ingin betul-betul mengembangkan sasanti Bhineka Tunggal Ika harus dipecah-pecah, dipecah karena perbedaan agama, perbedaan suku, perbedaan etnis, perbedaan daerah, perbedaan partai politik. Tidak perlu. Jangan kita menjadi bangsa yang merugi. Jangan melihat orang partai politiknya apa, agamanya apa, etnisnya apa. Mereka orang Indonesia, kita semua yang mencintai tanah airnya dan yang tanah airnya mencintai mereka semua itu. Kalau itu kita jadi satukan kembali, insya Allah akan sangat dahsyat apa yang dilakukan oleh bangsa kita.
Dan kita semua di ruangan ini, Hadirin sekalian yang saya cintai dan di ruangan yang lain yang melihat tayangan atau melihat Kuliah Umum saya, Saudara-saudara di kampus ini, marilah kita menjadi bagian dari upaya untuk membangun negara kita.
UNAIR, saya minta berdiri di depan. Saya tadi ada buku UNAIR Membangun Daya Saing Bangsa. Akan saya baca nanti, Bapak. Mudah-mudahan yang dilaksanakan UNAIR juga menjadi bagian penting dalam membangun negeri kita ke masa depan.
Bagian akhir dari kuliah umum saya, saya ingin merespon apa yang disampaikan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa. Kemarin diterima oleh Ketua Majelis Wali Amanah, yang kebetulan juga Sekretaris Kabinet yang bertugas untuk merespon seperti ini, menyampaikan kepada menteri-menteri terkait, melaporkan kepada saya untuk mendapatkan respon yang positif.
Cara menyampaikan aspirasi itu macam-macam, ada yang senang turun ke jalan. Meskipun saya ketemu di jalan, kalau ada unjuk rasa, ada spanduk, mesti saya tanyakan, cek kepada staf, ajudan, itu dari mana, temanya apa, spanduknya isinya apa. Saya wajib tahu, wajib mendengarkan aspirasi ataupun tuntutan yang dibawa. Karena banyak yang benar, banyak yang harus kita dengar dan harus kita tindak lanjuti. Ada juga yang datang menyampaikan aspirasi, baik ke istana, ke kantor saya, maupun di tempat-tempat yang lain. Saya pernah berdialog dengan mahasiswa di Bandung di sebuah tempat. Saya pernah berdialog dengan mahasiswa di Hasanuddin, Makassar. Saya pernah menerima beberapa mahasiswa di kantor, kemarin mahasiswa pertanian seluruh Indonesia, sebelumnya BEM, para Pimpinan BEM, sebelumnya adalah PMII, HMI, GSNI, dan banyak lagi. Caranya macam-macam. Tapi pesan saya, apakah menyerahkan usulan, apakah dialog dengan saya ataupun unjuk rasa, cobalah secara tertib, tidak menganggu keamanan, karena merugikan saudara-saudara yang lain dan seelok-eloknya kepribadian disampaikan secara santun. Dengan demikian, indah negeri kita ini, karena pesannya sampai.
Ini dikasih pengantar oleh Saudara atau Pimpinan Mahasiswa Dian Heri Setiawan di sini. Saya lihat, saya baca, Saudara-saudara, saya kasih tanda-tanda, saya garis bawahi. Ini bagus, kritis dan kontekstual. Dua hal yang diangkat. Yang pertama, menyangkut anggaran untuk pendidikan. Bagus kalau mahasiswa bicara anggaran pendidikan. Yang kedua, mengangkat isu RUU Badan Hukum Pendidikan, BHP. Saya baca 2 kali, supaya saya tidak salah menangkap yang disampaikan oleh para mahasiswa.
Saya terus terang memberikan apresiasi kepada Pimpinan BEM Universitas Airlangga. Silakan Saudara Rektor dan para Guru Besar membaca karena saya anggap bagus di sini. Masalah anggaran pendidikan, mahasiswa kita tidak ingin terjebak, sebagaimana saya, sebagaimana banyak orang, hanya soal angka, soal prosentase tentang anggaran ini. Yang penting kita tahu pendidikan harus makin maju, kita tahu diperlukan pembangunan infrastruktur dan lain-lain, dan kita tahu diperlukan biaya, anggaran dana untuk itu. Sepanjang semuanya itu klop dengan tujuan dan sasaran yang kita capai, dengan kemampuan yang ada, serius kita, nyata dalam peningkatan anggaran, maka dianggap oleh mahasiswa, yaitu yang diharapkan oleh kalangan pendidikan.
Di sini bahkan tentu, ini saya salut ya mahasiswa ini, tentu tidak mungkin mengabaikan anggaran untuk pengurangan kemiskinan, untuk kesehatan, untuk lain-lain yang juga diperlukan oleh rakyat kita, seraya tetap memberikan porsi yang besar untuk pendidikan. Ini my thinking, ini yang saya lakukan, ini komunikasi dengan rakyat Indonesia, dengan kalangan Dewan Perwakilan Rakyat, dengan semua. Mari kita sangat serius, sangat peduli mengalokasikan anggaran yang tepat, terus naik, tetapi kenaikan itu terarah, nyampe betul pada sasarannya, tidak belok kesana kemari, tidak boros, kemudian betul-betul infrastruktur makin bagus, biaya bagi rakyat makin murah dan kemudian juga seperti buku dan lain-lain itu juga meringankan mahasiswa. Ini yang menurut saya kena dan itulah yang harus kita tuju.
Jadi ini saya teruskan kepada Mendiknas potret dicermati kembali, agar setiap tahun kenaikan anggaran pendidikan kita tahun 12,3% dari GDP, dari APBN kita. Mudah-mudahan betul-betul mencapai sasarannya. Saya juga akan mengikuti, Diknas mengikuti semuanya. Jangan sampai ada kesalahan penggunaan dana, karena sudah kita sisihkan dengan pendidikan seperti ini, makin tinggi, yang lain mengalah. Oleh karena itu, jangan sampai salah sasaran, jangan sampai tidak sesuai dengan yang kita harapkan.
Saya setuju dengan Saudara Mahasiswa dan di sini digarisbawahi, anggaran pendidikan yang proporsional tentunya dibarengi dengan perbaikan sistem dan penegakkan hukum. Maksudnya, jangan diselewengkan kesana, kemari, sistemnya harus bagus dan sampai pada sasarannya. Ini poin pertama yang diangkat.
Poin yang kedua adalah menyangkut RUU Badan Hukum Pendidikan. Di sini mahasiswa, saya baca di sini, memiliki pandangan yang kurang setuju atau tidak setuju dengan Badan Hukum Pendidikan ini. Ya Saudara-saudara, setiap policy, setiap model, setiap sistem yang baru dikenalkan selalu ada pro dan kontranya. Tidak ada satu model yang semuanya baik, plus, plus, plus, ada plus dan ada minusnya. Yang penting, mari kita yakini bahwa tujuan dan sasaran yang hendak dicapai benar, tepat, A, B, C, D, E, F. Misalkan, transparan, jangan gelap, jangan kemana ini, transparan contohnya, satu. Yang kedua, sesuai dengan kondisi kemampuan kita, jangan memaksakan sesuatu bagi mereka yang belum siap, jangan memaksakan sesuatu bagi mereka ternyata tidak memiliki komitmen untuk itu. Itu yang kedua. Yang ketiga, kekurangan-kekurangan atas sistem ini, wah ini bisa begini, begitu, begini. Mari kita tutup, carikan solusinya.
Oleh karena itu, baca nanti Saudara Mendiknas, ini masukan yang baik dari mahasiswa, tujuannya baik ya. Meskipun tidak setuju, tolak begitu, dengarkan subtansinya, kemudian yakinkan bahwa yang kita bahas, yang kita hadirkan dalam Undang-Undang nanti klop benar, membawa kebaikan, menutup kekurangan-kekurangan dan juga memberikan manfaat bagi semua, termasuk bagi mahasiswa.
Dua hal itu yang disampaikan oleh Pimpinan dan Anggota Badan Eksekutif Mahasiswa UNAIR. Saya tidak tahu apakah hadir di ruangan ini, tetapi saya hargai dan terima kasih atas kepedulian dan kontribusi para mashasiswa. Saya optimis kalau begini berpikirnya mahasiswa, insya Allah nanti akan menjadi pengganti-pengganti kita. Siapa tahu 30 tahun lagi ada mahasiswa yang berdiri di tempat ini, memberikan kuliah umum seperti ini dari UNAIR.
Yang terakhir, pesan kepada UNAIR, tetapi juga berlaku bagi para Pimpinan Perguruan Tinggi yang lain. Satu, teruslah berkarya, berkreasi, dan berprestasi. Saya catat 13 kali Pak Bambang Sudibyo mengatakan world class, world class terus tadi itu dan berprestasi. Mari kita menjadi world class university, jangan menjadi world class of corruption, jangan menjadi world class of violence. Kita hentikan semuanya itu, kita bikin negara kita bersih, masa depan kita bagus, orang respect pada Indonesia. Bisa, insya Allah bisa. Pengganti saya nanti, penggantinya lagi, memiliki komitmen, tanggung jawab untuk terus mencapai tujuan ini. Insya Allah bisa menjadi world class nation menjadi world class university dan lain-lain.
Yang kedua, jadilah center of excellence dan bangun keunggulan dan daya saing yang berkelanjutan. Kalau memori saya dulu yang menonjol Fakultas Kedokteran di sini. Sekarang saya kira banyak yang menonjol juga. Tapi punyalah trademark, punyalah keunggulan. Kalau ingin kedokteran masuk mana, begitu. Dan ini kepada Perguruan Tinggi dari daerah-daerah, Saudara harus punya keunggulan. Kalau misalnya Universitas Udayana mesti ada jurusan tourism, jurusan creative economy misalnya yang bagus. Contohnya seperti itu. Di Kalimantan Timur itu barangkali ada jurusan perminyakan, pertambangan. Jadi compatible dengan kebutuhan daerah. Di situlah Indonesia akan tumbuh semuanya, growth with equity akan terjadi karena konsepnya benar, membangunnya benar.
Yang ketiga, di samping berkontribusi kepada pembangunan nasional, berkontribusilah kepada pembangunan daerah. Saya kira Pak Imam Utomo akan senang sekali. Para Bupati, Walikota akan senang sekali, kalau Perguruan Tinggi juga berkontribusi untuk membangun Jawa Timur ini. Jawa Timur ini besar ya. Negara tetangga kita Timor Leste itu, penduduknya hanya 800 ribu. Pak Imam berapa penduduk Jawa Timur itu? Sekarang. Penduduk Jawa Timur berapa juta? 37 +1 mungkin ya. 37 juta +1, besar. Ini seperti negara di Eropa aja berapa kali lipatnya. Jadi musti jadi. Tidak usah memisahkan diri. Sekarang dalam era desentralisasi otonomi daerah, kalau sampai Presiden tidak meluluskan, kalau Pemerintah Pusat tidak memberikan ini, gini, kami akan keluar dari NKRI, janganlah. Para pendahulu Republik akan menangis, kita satu bangsa yang besar, bangsa yang berjuang, marilah kita pertahankan. Jangan dikit-dikit mau keluar dari NKRI.
Ada, mohon maaf ini. Saya ceritakan kembali. Ada seseorang kirim SMS ke pihak kami, masuk ke SMS isteri, karena tiap hari kami dapat puluhan SMS dari rakyat langsung, dapat belasan surat. Jadi sudah ada jutaan SMS selama 2 tahun ini yang masuk dan tiap minggu kita kategorisasikan berapa SMS, topiknya apa, berapa surat, PO Box 9949, topiknya apa, kita respon, kepada Menteri terkait, Gubernur, Bupati, Walikota. Salah satunya adalah seperti ini, Dengarkan baik-baik. “Pak SBY, tolong tangkap Bupati saya.��? Belum-belum sudah nangkap Bupati. Ini opo ini, karena korupsi. Akhirnya kita cek, negatif, nihil, karena kalau ada yang dianggap korupsi, entah Menteri, entah Anggota DPR, MPR, DPD, Gubernur, Bupati, Walikota, itu ijinnya kepada saya untuk memeriksa, yang mengirimkan Kapolri atau Jaksa Agung. Berarti kalau dari 2 pejabat tidak masuk, ya tidak masuk. Kirim jelaskan, sejauh ini tidak ada yang masuk ke Presiden. Oh, enggak puas. “Pokoknya harus ditangkap, dipenjara, karena Bupati saya itu korup, gini, gini, gini.��? Bapak lapor saja ke Kepolisian setempat. Entah bagaimana berguntung terus. Tahu berguntung? Akhirnya suatu saat, kalau Pak SBY benar-benar tidak menangkap Bupati saja, maka Kabupaten X, saya ndak sebutkan namanya Kabupatennya akan segera keluar dari NKRI.
Ya begini. Tetapi itulah aspirasi, itulah suara, itulah demokrasi. Kalau ada yang ingin keluar dari NKRI, dulunya pendekatan kita, wah ini membahayakan keutuhan, operasi, operasi militer, sekarang eranya lain. Kalau ada seperti itu, kita ada apa sih? Mungkin pendekatannya, pendekatan kesejahteraan, pendekatan keadilan, pendekatan solusi, kecuali yang memang benar-benar akan keluar dari NKRI, mengangkat senjata, ya siapapun yang jadi Presiden akan menegakkan kedaulatan dan keutuhan negara kita. Hukumnya begitu.
Yang terakhir, cetaklah putera-puteri bangsa yang cerdas dan berkarakter tangguh. Jangan menjadi bangsa yang cengeng, yang mudah menyerah, yang mengeluh, yang kebahagiaannya menyalahkan orang lain, yang sok. Harus menjadi bangsa yang tough, tough nation, bukan soft nation. Bisa. Dengan metodologi TK, SD, SMP, Universitas, bisa bikin manusia seperti itu.
Itulah yang saya sampaikan dan dengan pesan dan harapan itu, sekali lagi saya ucapkan selamat kepada UNAIR, terima kasih kepada UNAIR keluarga besar. Semoga UNAIR makin jaya dan Perguruan Tinggi yang lain jangan kecil hati, kalau Pak Bambang Sudibyo, “Pak SBY enggak usah didatangi, kalau mereka tidak menjadi world class��?, katanya tuh. Semua punya peluang, semua punya ruang untuk menjadi world class, asalkan bekerja sungguh-sungguh.
Untuk para mahasiswa, selamat belajar, selamat kuliah. Saya tunggu para mahasiswa di lapangan penugasan bersama-sama saya membangun negeri ini.
Sekarang saya bukan hanya ikut merasa bangga, tetapi saya mengucapkan selamat atas keberhasilan Perguruan Tinggi ini membangun diri dan menjadi Universitas terkemuka. Tadi Saudara Rektor mengatakan, Mendiknas pernah melapor kepada saya, bahwa dari segi social sciences, Perguruan Tinggi ini memiliki peringkat 330 dari top universities sejagad. Saya berharap, jadikan modal awal, initial capital untuk lebih meningkatkan lagi, sehingga betul-betul motto dari UNAIR menjadi salah satu pusat keunggulan, center of excellence ditambah lagi oleh excellence with morality, itu betul-betul menjadi kenyataan. Saya yakin, insya Allah UNAIR bisa meningkatkan status dan standing-nya.
Saya juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada UNAIR yang terus mencetak putera-puteri bangsa, terus memproduksi human capital yang sangat kita perlukan untuk, bukan hanya meningkatkan daya saing bangsa kita, tapi juga untuk membangun Indonesia menjadi negara maju pada abad ini, abad 21.
Saya akan menyampaikan Kuliah Umum dengan alat bantu di layar yang ada di depan Hadirin sekalian di kanan dan di kiri. Dan di akhir Kuliah Umum saya, saya akan merespon aspirasi dari Badan Eksekutif Mahasiswa UNAIR yang kemarin disampaikan kepada Ketua Majelis Wali Amanah. Saya memberikan apresiasi karena pandangannya kritis. Dan mahasiswa harus kritis dengan idealisme yang tinggi dan saya akan meresponnya. Dan terakhir akan saya sampaikan pesan dan harapan kepada UNAIR dan Keluarga Besarnya, termasuk juga para Pimpinan Perguruan Tinggi yang turut hadir pada acara yang penting ini.
Sebagaimana disampaikan oleh Saudara Rektor, Kuliah Umum yang ingin saya sampaikan ini tentu mengait kepada masa depan kita, mengait kepada kemandirian bangsa, mengait nasionalisme dan hal-hal lain yang bertautan dengan itu. Sudah bisa dikeluarkan? Belum muncul ya?
Judul yang saya sampaikan adalah “Transformasi Indonesia��?. Baca bukan hanya reformasi, tapi sebuah transformasi dalam dunia yang terus berubah, yaitu dalam era globalisasi.
Ada empat hal yang ingin saya sampaikan sebagai agenda utama dari presentasi saya. Pertama, marilah kita jawab pertanyaan penting di awal kuliah ini, dapatkan Indonesia bangkit dari krisis dan dapat pulakah Indonesia menjadi negara maju pada abad 21 ini?
Yang kedua, saya ingin melakukan penyegaran kembali, meskipun kita semua mengalami keadaan negara kita pascakrisis dan tantangan yang menghadang kita sekarang ini dan ke depan untuk membangun bangsa dan negara.
Yang ketiga, bagaimana pun perjalanan sebuah bangsa memerlukan arah, memerlukan visi atau penglihatan yang jauh ke depan dan tentunya diperlukan suatu strategy dan policy yang pas untuk mencapai tujuan pembangunan itu.
Dan secara khusus, saya ingin menggarisbawahi pentingnya kita meningkatkan atau membangun daya saing kita dalam dunia yang makin kompetitif.
Terhadap pertanyaan yang saya ajukan di awal kuliah ini. Dapatkah Indonesia bangkit dari krisis dan menjadi negara maju? Saya ingin menggarisbawahi, bahwa dalam perjalanan sejarah kita, sejak Kemerdekaan 62 tahun yang lalu, Indonesia selalu dapat mengatasi krisis, selalu dapat keluar dari berbagai cobaan yang berat dan akhirnya melanjutkan perjalanannya menuju masa depan yang dicita-citakan. Saya punya keyakinan sekarang dan ke depan pun, insya Allah kita akan bisa betul-betul pulih dari krisis dan membangun kembali negara kita.
Kalau kita pandai bersyukur tahun ini, 10 tahun setelah krisis itu kita lewati dengan dampak implikasi dan ekornya, tidakkah telah terjadi berbagai perbaikan sebagai hasil reformasi, meskipun masih banyak pula tujuan-tujuan yang belum sepenuhnya dapat kita capai dan masih harus kita lakukan terus-menerus sekarang dan ke depan.
Yang ketiga, keyakinan saya bahwa kita bisa menjadi negara maju adalah kita punya potensi, punya sumber daya, resources untuk menjadi negara maju. Oleh karena itu, kamusnya adalah, tesisnya adalah apabila semua potensi dan sumber daya itu dikelola dengan baik, tentu dengan visi dan strategi yang kena, dengan management dan kepemimpinan yang efektif dan dengan persatuan, serta kerja keras bersama kita, maka semua itu akan dapat kita transformasikan menjadi sesuatu yang menjadi cita-cita kita, Indonesia yang maju dan sejahtera.
Masih segar dalam ingatan kita, kondisi yang kita alami 10 tahun terakhir ini, terutama tahun-tahun awal ketika kita mengalami krisis pada akhir 1997 dulu. Saya ingin potret satu aspek saja, yaitu keadaan sosial ekonomi kita. Pertumbuhan rendah, sebelum krisis 6 sampai 7%. Terjadi krisis, minus 13%, konstraksi yang luar biasa dan tertatih-tatih kita, terus berusaha memulihkan pertumbuhan ini. Dan alhamdulillah, tahun ini 3 triwulan berturut-turut, pertumbuhan kita sudah mencapai 6%, mudah-mudahan kita pertahankan ke depan nanti.
Pengangguran tinggi. Meskipun 2 tahun terakhir sudah menurun, tapi saya harus jujur mengatakan masih tetap tinggi. Ini harus kita perjuangkan secara sungguh-sungguh untuk kita turunkan secara lebih tajam lagi, seraya membuka lapangan pekerjaan yang baru.
Yang ketiga, akibat krisis pula, kemiskinan meningkat, meningkat tajam. Meskipun angkanya juga 2 tahun terakhir menyusut, tetapi kita semua belum puas karena angka itu masih tinggi. Kita tidak perlu membandingkan negara-negara lain yang juga kemiskinannya tinggi atau lebih tinggi dari kita. Mari kita fokus bahwa ini misi besar kita untuk terus menguranginya.
Hutang membengkak. Bayangkan Saudara-saudara, di awal krisis dulu, rasio hutang terhadap pendapatan bruto kita, debt to GDP ratio, itu mencapai 150%. Artinya apa? Kita punya pendapatan nasional kurang-lebihnya begitu untuk bayar hutang tidak cukup, karena 150%. Terus-menerus kita turunkan, 2004 sudah menjadi 54,5%. Alhamdulillah, akhir tahun 2007 ini sudah di bawah 35%. Jauh lebih baik dibandingkan Malaysia, Thailand dan Filipina. Meskipun harus kita akui dari struktur APBN kita kurang-lebihnya, sekarang ini yang kita belanjakan sekitar 660 triliyun 2007, insya Allah tahun depan menjadi 800-an begitu, sekarang hampir 700, saya salah, 800. Kandungan untuk membayar hutang masih tinggi. Subsidi sekitar 100 triliyun, membayar hutang 100 triliyun lebih. Kita memiliki kewajiban sejarah untuk terus menurunkan angka hutang kita ini, sehingga menjadi rasional dan tidak membebani generasi yang akan datang. Karena krisis, perhatian kita tidak pada aspek pembangunan lingkungan, ditambah dengan kesulitan finansial selama 10 tahun terakhir harus kita akui. Kita juga kurang peduli terhadap pelestarian lingkungan, sehingga akhirnya kita rasakan ada degradasi lingkungan kita. Semuanya ini Saudara-saudara, kalau kita ingat dalam keadaan politik, sosial, dan keamanan yang tidak stabil. Kita rasakan semuanya keadaan 1998, 1999, 2000, 2001 dan tahun-tahun itu.
Ketika kita sejak Presiden Habbibie, Presiden Gus Dur, Presiden Megawati bersama-sama untuk memulihkan semuanya itu, kita menghadapi gangguan yang lain, yang saya sebut dengan goncangan kedua, second shocks, yaitu tsunami dan bencana alam pada tiga, empat tahun terakhir ini. Dan kemudian dibarengi meroketnya harga minyak dunia, terutama pada 3 tahun terakhir yang belum pernah dibayangkan harga minyak mencapai 70 dollar per barel dan terus berfluktuasi seperti sekarang ini.
Kondisi itu pun Saudara-saudara, berada dalam lingkungan dimana sedikit ada turbulence pascaPemilu 2004, karena pertama kali negara kita melaksanakan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung, ada sedikit turbulence, tetapi alhamdulillah bisa kita diatasi. Waktu itu Saudara masih ingat keamanan di Aceh belum baik benar, aktivitas Gerakan Aceh Merdeka dari segi gerakan bersenjata juga masih tinggi intensitasnya, ancaman terorisme masih kita hadapi, korupsi yang masih meluas dan juga masih ingat kita, embargo dan tekanan internasional terhadap Indonesia begitu tingginya. Alhamdulillah, 5 butir itu secara bertahap telah dapat kita perbaiki, meskipun saya mengatakan masih panjang jalan yang harus kita lalui untuk betul-betul mengatasi goncangan dan mencapai tujuan-tujuan pembangunan kita.
Dalam kondisi seperti itu, maka tugas dan agenda Pemerintah, baik Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah akhirnya, ya pertama-tama, kita harus mengelola dan mengatasi bencana dan krisis harga minyak karena memukul segala sendi kehidupan ekonomi kita. Yang kedua, ingat, pasca krisis, ekonomi kita harus kita bangun kembali, economic reconstruction sesuai dengan yang telah kita tetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2004-2009. Dan yang ketiga, kita harus bikin baik pula keadaan dalam negeri kita, baik secara politik, sosial, hukum maupun keamanan.
Tiga tugas inilah yang harus kita laksanakan secara serentak, secara simultan. Dan sering kali sebagai seorang praktisi, situasinya tidak selalu mudah. Apa yang saya sampaikan ini berangkat dari dan sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan penugasan yang saya emban, baik dulu sekitar 4 tahun di Pemerintahan sebagai Menteri dan sekarang hampir 3 tahun sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, sehingga saya ingin menyampaikan secara terbuka, secara obyektif apa yang kita hadapi, baik di dalam negeri maupun di luar negeri untuk menjadikan periksa semuanya. Dan tentunya harapan saya untuk bersama-sama kita atasi secara baik.
Di samping tantangan-tantangan situasional yang harus kita hadapi seperti itu, kita juga menghadapi tantangan struktural, structural challenge yang dihadapi oleh sebuah negara yang sedang membangun, sebuah negara berkembang semacam Indonesia. Ini tidak khas Indonesia, juga dialami oleh negara-negara lain, negara berkembang yang sedang membangun dirinya.
Pertama, kondisi Indonesia sebagai negara berkembang, kita rasakan kemiskinan, pengangguran, pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur masih merupakan kendala yang terus-menerus harus kita atasi dan perbaiki. Persoalan lain adalah tingginya hutang dan kurangnya investasi dan pendanaan, baik sumber pendanaan dalam negeri maupun sumber pendanaan dari luar negeri.
Proses crisis recovery yang kita jalankan, sekaligus atau bersamaan dengan reformasi memang belum rampung. Jadi masih banyak tatanan-tatanan yang belum in place, belum siap untuk mengelola semua permasalahan yang kita hadapi. Tantangan khas demokratisasi, negara yang sedang melakukan transisi menuju demokrasi yang mapan, consolidated democracy, itu selalu ada tantangan-tantangan yang saya sebut dengan kegaduhan-kegaduhan politik yang itu harus kita lewati, tidak usah cemas karena akan dialami oleh negara manapun yang sedang dalam proses demokratisasi, dengan harapan semua akan tertata dengan baik.
Dan yang tidak kalah pentingnya, pada dunia yang makin mengglobal ini, kompetisi antarbangsa, kompetisi antar multinational corporation menjadi lebih keras, lebih tajam, lebih mengemuka. Kita tahu, bahwa kita tidak hidup menyendiri, Indonesia hidup dalam dinamika globalisasi yang semua orang tahu globalisasi di samping mendatangkan kebaikan, juga menghadirkan tantangan dan permasalahan. Yang penting, bangsa kita cerdas dan arif menyikapi globalisasi ini. Dan kita semua tahu, globalisasi menghadirkan ketimpangan, imbalances, kadang-kadang unfairness, ketidakadilan, dominasi negara maju, negara kaya, the rich, kemudian multinational corporation yang saya katakan tadi, kadang-kadang memaksakan term of reference-nya di dalam menjalankan kerjasama dengan negara-negara di dunia ini.
Tiga tahun pengalaman saya mengelola hubungan internasional, mengambil keputusan, menetapkan kebijakan, merespon tantangan, memang kondisi itu betul-betul kita hadapi. Dalam konteks WTO saja, perjuangan negara-negara berkembang dan kita sekarang menjadi koordinator sejumlah negara berkembang melawan negara-negara maju untuk sebuah perdagangan yang adil, itu bukan main tantangannya. Kita hanya ingin mendapatkan keadilan, karena negara berkembang seperti Indonesia ingin mencapai MDGs, Millennium Development Goals, ingin membangun ekonominya, ingin mengurangi kemiskinan, meningkatkan pendidikan dan kesehatan. Kita berharap, pasar negara maju lebih terbuka untuk komoditas kita, terutama komoditas pertanian. Itu pun tidak selalu mudah, tetapi harus kita perjuangkan, sehingga ada fair trade yang lebih bagus dan negara berkembang, seperti negara kita lebih berdaya mendapatkan manfaat yang baik.
Lusa, tanggal 7, saya akan berangkat menghadiri APEC di Sydney, Australia. Ada 21 Kepala Negara, itu pun juga dengan posisi yang berbeda-beda. Ada Jepang misalkan, ada China, ada Amerika, ada Australia, ada Rusia, kemudian negara-negara ASEAN, lantas juga negara-negara yang lain. Kita terus memperjuangkan, berkompetisi agar benefit-nya riil untuk kita, agar kepentingan kita bisa kita perjuangkan. Tetapi sekali lagi, tidak semudah yang kita bayangkan, karena sikap itu adalah fungsi kepentingan dan setiap negara punya kepentingannya sendiri-sendiri.
Oleh karena itu, di tengah-tengah seperti ini dengan kondisi globalisasi yang kita pahami, negara kita tahun-tahun terakhir ini lebih banyak mengembangkan kerjasama bilateral yang menghadirkan manfaat langsung, direct benefit. Ini yang kita kembangkan dengan Korea Selatan, dengan China, dengan Rusia, dengan Jepang dan negara-negara yang lain. Saya ingin menggambarkan Saudara-saudara, bahwa tantangan yang kita hadapi melanjutkan pembangunan ini, not only yang sifatnya domestik, tetapi dunia tempat kita hidup dan berinteraksi ini juga menghasilkan sejumlah tantangan yang tidak ringan.
Tentu kita punya mimpi, dream, dengan harapan this dream becomes reality kelak kemudian hari. Indonesia abad 21 yang kita tuju, tentunya Indonesia yang kuat. Kuat dalam arti berketahanan, tidak mudah rontok, tidak mudah mengalami krisis, apabila terjadi goncangan. Indonesia yang maju, developed, menjadi developed country yang memiliki daya saing yang menjadi self generating nation dengan potensi yang dimiliki terus-menerus bisa dikelola dan dikembangkan.
Dan ada beberapa elemen di sini, bisa dibaca di depan. Harapan kita, Indonesia seperti itu adalah Indonesia yang makin maju dalam ekonomi dan kesejahteraan rakyatnya, budaya dan teknologinya, persatuan dan harmoni sosial, demokrasi, kebebasan mekar, tapi disertai rule of law dan political order, pertahanan keamanan yang kuat, sehingga kita bisa mempertahankan kedaulatan kita, keutuhan negara kita dan kita juga bisa berperan secara konstruktif dalam hubungan internasional.
Kalau kita lihat jalan menuju ke situ, jalan menuju negara maju, tidak ada yang sifatnya jalan pintas, tidak ada shortcut. Ya kalau kita ingin menjadi negara maju, insya Allah 2050. Kemarin Indonesia Forum ada Pimpinannya, Pak Chairul Tanjung di situ, mempresentasikan kepada kami, 2030 harapannya Indonesia tumbuh menjadi ekonomi yang kuat, insya Allah bisa kita capai. Tetapi untuk menjadi developed country, developed nation, menurut estimasi saya dari melihat semua faktor yang kita miliki, mungkin insya Allah, kita akan sampai pada kondisi itu pada tahun 2050. Asalkan kita betul-betul melakukan perubahan yang signifikan dengan paradigma yang saya kedepankan, yang saya sampaikan di bawah ini.
Kita harus betul-betul membangun bangsa dan negara secara terpadu, berdimensi kewilayahan, tinggalkan model sentralisme dulu, berikan kelonggaran kepada daerah, provinsi, kabupaten, dan kota seluruh Indonesia untuk membangun dirinya, tetapi sekaligus sambil terus mempertahankan kelestarian lingkungan. Ini adalah paradigma utama pembangunan kita ke depan menuju tahun 2050.
Yang kedua, karena kita punya sumber daya, resource, maka yang kita kembangkan adalah sebuah paduan, resource based development dengan knowledge based development. Kalau bidang ekonomi ya, resource based economic development bersama-sama dengan knowledge based economic development.
Yang ketiga, pertumbuhan harus bersama pemerataan, harus disertai pemerataan. Saya tidak percaya dengan teori trickle down effect, yang penting kita bangun dulu, pertumbuhan dulu, nantikan akan mengalir ke bawah, rakyat kita akan mendapatkan manfaat dan kesejahteraannya. Saya tidak percaya dan banyak negara berkembang gagal untuk mempraktekkan teori trickle down effect ini. Sejak awal kita harus bersama-sama untuk menghadirkan equity dalam setiap pertumbuhan yang kita bangun.
Kemudian yang keempat adalah memperkokoh ketahanan dan kemandirian bangsa, tetapi bukan dalam dunia yang vakum, tetapi dalam kerjasama internasional yang konstruktif, yang membawa manfaat bagi kita.
Dan yang kelima, ini ciri-ciri yang harus kita lakukan sebagai koreksi atas praktek pembangunan di waktu yang lalu, semua elemen, semua warga bangsa harus diajak serta, diminta peran dan kontribusinya, termasuk peran universitas, peran industri, peran Lembaga Swadaya Masyarakat dan komunitas-komunitas lokal.
Kalau kita ambil bentangan waktu 10 tahun, maka kita bisa lebih menajamkan lagi bahwa yang kita tuju kualitas hidup rakyat kita yang makin baik, the quality of life of our people. Ya gampangnya, kemiskinan diharapkan berkurang secara tajam 10 tahun dari sekarang. Kita berharap memiliki pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Ada yang tumbuh 8-9% seperti India. 10 sampai 11% seperti China. Saya punya pendapat, tidak harus kita setinggi itu, 6-7% pun oke, asalkan disertai pemerataan, equity dan asalkan sustainable tanpa harus merusak lingkungan. Yang ketiga, semua yang kita miliki, aset, sumber daya, modal finansial, itu akan sia-sia, akan tidak digunakan dengan baik, bisa bocor, apabila kita tidak memiliki tata pemerintahan yang baik, good governance dari pusat sampai daerah.
Kemudian kita ingin negeri kita teduh, sehingga pembangunan ekonomi bisa dijalankan. Oleh karena itulah, rule of law dan ketertiban publik diharapkan makin terbangun, demokrasi diharapkan makin mekar, era kebebasan perlu kita syukuri, tentu kebebasan harus digunakan dengan menggunakan akhlak, kebebasan harus mendatangkan manfaat dan kebebasan itu sendiri tentu tidak boleh menganggu kebebasan orang lain. Tapi demokrasi dan kebebasan adalah pilihan kita yang harus kita pertahankan dan kita hadirkan disertai dengan harmoni, bukan demokrasi yang menghadirkan perpecahan, konflik terus-menerus, tetapi harmoni seperti budaya Timur yang ada di Asia Timur dewasa ini. Dan yang tidak kalah, sebagaimana yang saya sampaikan tadi, karena dunia ini sering kurang adil, mari kita terus berjuang dalam hubungan internasional, dalam era globalisasi, agar kita bisa tampil terhormat dan menang.
Untuk menjabarkan itu semua dalam pandangan saya dan ini sesungguhnya menjadi kebijakan dan strategi kita, menjadi bagian dari apa yang kita lakukan sekarang ini, tahun demi tahun, dasawarsa demi dasawarsa, yang kita mulai 10 tahun pertama, bagaimana pun pengurangan kemiskinan menjadi prioritas, terutama memberikan atau meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan minimal sehari-hari, purchasing power. Bahasa ekonom, inflasi harus terkelola. Bahasa rakyat, harapan kita kebutuhan dasar rakyat, kalau dulu dikenal sembako, tapi saya sekarang lebih melihat pada 4 komoditas, beras, gula, minyak goreng, dan minyak tanah, terutama itu. Pasarnya sangat dinamis, pengaruhnya globalisasi ikut mempengaruhi harga. Tapi bagaimanapun kita harus mengelola 4 hal itu.
Yang kedua, penciptaan lapangan pekerja, terutama bagi yang menganggur. Yang sudah bekerja, kita berharap, kesejahteraannya layak, dilindungi hak-haknya, adil, tetapi yang masih menganggur jangan pula tidak dapat lapangan pekerjaan. Oleh karena itu, kita ingin hubungan yang baik, Pemerintah, dunia usaha dan karyawan itu sendiri, para buruh itu sendiri, agar makin tumbuh usahanya dan akhirnya memberi lapangan pekerjaan bagi yang masih menganggur.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi, saya katakan tadi harus menyeluruh, harus inklusif, harus broad based. Kemudian ketahanan pangan, ini sangat penting, Saudara-saudara. Penduduk dunia sekarang 6,3 milyar, buminya tidak berkembang, malah mengalami penurunan dari sumber-sumber pangan, negara kita jumlahnya 230 juta kurang-lebih, semua memerlukan pangan. Ini harus ada policy yang jitu tentang pertanian kita, tanpa merusak lingkungan.
Kemudian ketahanan energi. Semua bicara energi. Listrik kita kurang, saya tahu. Oleh karena itulah, kita membangun tambahan listrik 10.000 Megawatt 3 tahun mendatang sebagai bagian dari crash programme. Itu pun belum cukup, harus kita tambah dengan scheme yang lain, karena sejak Bung Karno sampai sekarang ini, kita punya daya listrik 25.000 Megawatt, padahal kebutuhan kita, barangkali 2 kalinya. Oleh karena itulah, kita akan tingkatkan secara intensif supply dari listrik kita ini. Kemudian Pemerintah Daerah dan civil society, kita berharap makin kontributif di situ, diajak semuanya untuk membangun. Kemudian sekali lagi, good governance harus kita hadirkan dan semuanya itu mesti berada dalam lingkungan dalam negeri yang aman, tertib, dan stabil.
Dengan arah atau visi seperti itu, dengan jalan menuju Indonesia maju seperti itu, dengan memahami faktor-faktor domestik dan internasional seperti ini, kita makin yakin, bahwa yang bisa bikin maju negara kita, ya kita sendiri. Makin mandiri, makin berdaya saing, makin tepat mengelola semuanya ini, maka kita akan lebih cepat sampai kepada kondisi yang kita harapkan, Indonesia yang lebih maju dan Indonesia yang lebih sejahtera.
Pilar utama daya saing adalah tiada lain human capital atau sumber daya manusia, modal manusia. Dan yang kedua adalah inovasi teknologi. Saudara masih ingat, ketika Indonesia mengalami krisis 1997, 1998, ekonomi kita kolaps. Ternyata setelah dilakukan analisis dari berbagai faktor yang paling mendasar adalah karena pertumbuhan ekonomi kita waktu itu lebih banyak ditopang oleh kapital atau modal non-manusia. Jangan sampai negara kita ambruk yang kedua kali secara ekonomi. Jangan kita mudah jatuh menghadapi goncangan seperti itu lagi. Oleh karena itulah, marilah kita perkokoh, kita perkuat pilar kita, bahwa kemajuan ekonomi, kemajuan bangsa, itu disebabkan oleh kualitas dari human capital kita.
Inovasi teknologi masalah lingkungan, masalah energi, banyak sekali, itu ternyata bisa dipecahkan dari 3 hal. Yang pertama, kebijakan yang tepat, correct policy, domestik ataupun internasional. Yang kedua adalah kesadaran manusia, kultur, habit. Tetapi yang ketiga, technological innovation ternyata menjadi satu faktor yang ikut menyukseskan upaya-upaya itu. Oleh karena itu, saya ajak semua, para teknolog, ilmuwan, peneliti untuk betul-betul mengembangkan inovasi teknologi di negara kita.
Saya ingin cerita satu sisi lain dari fenomena abad 21 ini. Saudara tahu bahwa secara klasikal, ekonomi kita atau peradaban kita ini dikategorikan sebagai peradaban gelombang satu, pertanian, masih ingat. Gelombang dua, industri. Dan gelombang tiga, informasi. Sekarang ketika kita memasuki abad 21, ada suatu tantangan besar atas keselamatan bumi kita. Kita khawatir, kalau bumi tidak bisa mendukung lagi kehidupan manusia dan terjadi dalam tanda kutip kiamat, karena tidak bisa membiayai lagi hidup dan kehidupan kita. Tentunya kita berserah diri dan mohon kepada Yang Maha Kuasa tentunya kita harus berjuang untuk menghadapi itu. Tetapi ada kesadaran global sekarang, ada global commitment, bahwa kita harus bersama-sama menyelamatkan bumi.
Muncul sekarang ekonomi gelombang keempat, fourth way economy. Kita masuk yang disebut dengan ekonomi kreatif, ekonomi berbasiskan budaya, ekonomi lingkungan, ekonomi warisan, heritage economy. Kalau kita bicara ekonomi kreatif, Saudara-saudara, Indonesia punya potensi yang besar untuk memiliki daya saing. Karena ekonomi kreatif itu perpaduan antara arts, bagaimana kreativitas kita, inovasi kita dan tentunya memerlukan back up teknologi. Oleh karena itu, melalui forum yang terhormat ini, saya menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia, dunia usaha Indonesia, Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian, mari kita bangun dan tingkatkan ekonomi kreatif kita, heritage economy, cultural based economy, eco-economy yang semuanya itu sangat kaya untuk dikembangkan di negeri kita.
Kreativitas menjadi sangat penting, oleh karena itu misi Perguruan Tinggi UNAIR, perguruan tinggi yang lain, didik mahasiswa kita kelak menjadi manusia-manusia yang kreatif, yang inovatif. Jangan menggunakan metodologi yang seolah-olah mahasiswa menerima demikian saja apa yang diberikan oleh dosen, oleh pengajar. Saya minta digugah pikiran-pikiran mereka. Mahasiswa harus juga berani men-challenge para dosen, para guru besar secara konstruktif, agar semuanya berkembang.
Pendidikan harus membangun yang disebut dengan intellectual curiousity, rasa ingin tahu, apalagi mengapa bisa begitu, energi bagaimana, pangan bagaimana, climate change bagaimana, dan seterusnya. Saya minta UNAIR mengembangkan metodologi dan evaluasi seperti itu. Kemudian mesti memiliki rasa bersaing yang tinggi, kalau Malaysia bisa, kita bisa. Kalau Singapura bisa, Indonesia bisa. Kalau China, India bisa, kita juga bisa. Jangan kita merasa rendah diri terus-menerus. Waduh ini, kalah kita, waduh, nasib kita. Nasib-nasib apa? Nasib kita baik, kalau kita optimis. Maka tadi Pak Rektor bicara optimisme, Pak Mendiknas bicara optimisme. Tadi malam, saya dialog para Pemimpin Redaksi Jawa Pos Grup bicara optimisme. Pak Dahlan Iskan dari Tiongkok yang baru menjalani operasi, beliau bicara lewat screen tadi malam kepada saya bicara optimisme. Saya 200%.
Kalau kita pesimis, bangsa yang pesimis, setiap melihat sesuatu itu yang ada persoalan saja. Waduh ini persoalan ini susah ini, waduh begini. Itu orang pesimis itu. Kalau orang yang optimis, ada masalah, ada masalah, ada masalah, tapi mesti ada jalan keluarnya, mesti ada solusinya. Pilih yang mana, silakan. Kalau Indonesia mau maju, ya mari kita menjadi bangsa yang optimis.
Thinking outside the box. Jangan konvensional terus. Kalau cara ini mentok, cari cara, masih mentok, cari yang lain, sampai bisa. Thinking outside the box. Kalau mengurangi kemiskinan hanya memberikan ikannya saja, maka tidak memberdayakan, it is not empowering. Cari cara-cara yang lebih cocok, sehingga 3 tahun lagi, 6 tahun lagi, 10 tahun lagi, masyarakat kita yang miskin-miskin lebih berdaya. Thinking outside the box. Kalau energi makin seperti ini, harganya menggila, kemudian solusinya, ya sudah kalau gitu kita genjot lagi produksi dalam negeri. Ada batasnya, habis juga kita suatu saat punya minyak, punya gas, punya batubara. Mari kita membangun hidup baru, teknologi dan segala macam, sehingga terjadi efisiensi yang lebih besar dari penggunaan energi. Thinking outside the box, dan lain-lain.
Kemudian peran research and development, penelitian dan pengembangan, litbang penting. Litbang itu bukan sulit berkembang. Oleh karena itu, UNAIR jangan kalah sama UI, UI sudah mendeklarasikan diri menjadi Research University. Saya berharap UNAIR pun demikian dan perguruan tinggi yang lain jangan kalah. Kembangkan penelitian dan pengembangan. Namanya litbang, namanya research itu bukan harus negara, bukan harus Pemerintah, perguruan tinggi bisa di depan, swasta bisa di depan, petani pun bisa di depan. Lihat produk-produk pertanian Thailand, jambu Bangkok, apalagi itu, duren Bangkok. Semua Bangkok, Bangkok, Bangkok. Ternyata, saya datang ke sana, saya ketemu Perdana Menterinya, bicara. Kenapa penelitian komunitas petani itu didorong, kreatif, diberikan bantuan permodalannya, diberikan kemudahan, akhirnya tumbuh kompetisi antara lokalitas petani. Jadilah produk seperti itu.
Saya ke Malaysia, melihat buah sawit. Kita kan segini besarnya. Di Malaysia itu ada segini. Ini kenapa? Iklimnya sama, tanahnya sama, Indonesia, Malaysia bahasanya sama. Karena penelitian, research. Itulah 2 tahun terakhir kita gebrak lembaga penelitian pengembangan, ayo jangan tidur, bangun, bangun, bangun, bikin lebih maju. Alhamdulillah, sudah mulai bangkit, sudah mulai maju, tapi belum cukup. Oleh karena itu, mau kompetitif kita, penelitian, pengembangan. Mendiknas perhatikan anggaran untuk jajaran Diknas. Ini Menteri Keuangan enggak di sini. Menteri Keuangan juga perhatikan biaya untuk research di lembaga-lembaga yang lain. Tetapi swasta, ini para pengusaha ada di sini juga, bikin research, kemudian perguruan tinggi tentunya, ajak komunitas masyarakat untuk melakukan research dan pengembangan.
Dari itu semua, akhirnya kembali kepada pertanyaan pertama tadi sebagai konklusi, dapatkan Indonesia bangkit dari krisis dan menjadi negara maju? Setelah mendengar uraian saya yang pesimis mengatakan tidak bisa, yang optimis tentunya mengatakan bisa. Jangan tepuk tangan dulu. Bisa asalkan, tolong, jadi bisa menuju ke situ ya mesti bisa. Tapi di atas segalanya, kalau bangsa kita terus terpecah-belah, berjarak, bermusuhan, maka tidak ada artinya persatuan dan kerja keras dari seluruh rakyat diharapkan.
Jangan bangsa Indonesia yang dari dulu ingin betul-betul mengembangkan sasanti Bhineka Tunggal Ika harus dipecah-pecah, dipecah karena perbedaan agama, perbedaan suku, perbedaan etnis, perbedaan daerah, perbedaan partai politik. Tidak perlu. Jangan kita menjadi bangsa yang merugi. Jangan melihat orang partai politiknya apa, agamanya apa, etnisnya apa. Mereka orang Indonesia, kita semua yang mencintai tanah airnya dan yang tanah airnya mencintai mereka semua itu. Kalau itu kita jadi satukan kembali, insya Allah akan sangat dahsyat apa yang dilakukan oleh bangsa kita.
Dan kita semua di ruangan ini, Hadirin sekalian yang saya cintai dan di ruangan yang lain yang melihat tayangan atau melihat Kuliah Umum saya, Saudara-saudara di kampus ini, marilah kita menjadi bagian dari upaya untuk membangun negara kita.
UNAIR, saya minta berdiri di depan. Saya tadi ada buku UNAIR Membangun Daya Saing Bangsa. Akan saya baca nanti, Bapak. Mudah-mudahan yang dilaksanakan UNAIR juga menjadi bagian penting dalam membangun negeri kita ke masa depan.
Bagian akhir dari kuliah umum saya, saya ingin merespon apa yang disampaikan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa. Kemarin diterima oleh Ketua Majelis Wali Amanah, yang kebetulan juga Sekretaris Kabinet yang bertugas untuk merespon seperti ini, menyampaikan kepada menteri-menteri terkait, melaporkan kepada saya untuk mendapatkan respon yang positif.
Cara menyampaikan aspirasi itu macam-macam, ada yang senang turun ke jalan. Meskipun saya ketemu di jalan, kalau ada unjuk rasa, ada spanduk, mesti saya tanyakan, cek kepada staf, ajudan, itu dari mana, temanya apa, spanduknya isinya apa. Saya wajib tahu, wajib mendengarkan aspirasi ataupun tuntutan yang dibawa. Karena banyak yang benar, banyak yang harus kita dengar dan harus kita tindak lanjuti. Ada juga yang datang menyampaikan aspirasi, baik ke istana, ke kantor saya, maupun di tempat-tempat yang lain. Saya pernah berdialog dengan mahasiswa di Bandung di sebuah tempat. Saya pernah berdialog dengan mahasiswa di Hasanuddin, Makassar. Saya pernah menerima beberapa mahasiswa di kantor, kemarin mahasiswa pertanian seluruh Indonesia, sebelumnya BEM, para Pimpinan BEM, sebelumnya adalah PMII, HMI, GSNI, dan banyak lagi. Caranya macam-macam. Tapi pesan saya, apakah menyerahkan usulan, apakah dialog dengan saya ataupun unjuk rasa, cobalah secara tertib, tidak menganggu keamanan, karena merugikan saudara-saudara yang lain dan seelok-eloknya kepribadian disampaikan secara santun. Dengan demikian, indah negeri kita ini, karena pesannya sampai.
Ini dikasih pengantar oleh Saudara atau Pimpinan Mahasiswa Dian Heri Setiawan di sini. Saya lihat, saya baca, Saudara-saudara, saya kasih tanda-tanda, saya garis bawahi. Ini bagus, kritis dan kontekstual. Dua hal yang diangkat. Yang pertama, menyangkut anggaran untuk pendidikan. Bagus kalau mahasiswa bicara anggaran pendidikan. Yang kedua, mengangkat isu RUU Badan Hukum Pendidikan, BHP. Saya baca 2 kali, supaya saya tidak salah menangkap yang disampaikan oleh para mahasiswa.
Saya terus terang memberikan apresiasi kepada Pimpinan BEM Universitas Airlangga. Silakan Saudara Rektor dan para Guru Besar membaca karena saya anggap bagus di sini. Masalah anggaran pendidikan, mahasiswa kita tidak ingin terjebak, sebagaimana saya, sebagaimana banyak orang, hanya soal angka, soal prosentase tentang anggaran ini. Yang penting kita tahu pendidikan harus makin maju, kita tahu diperlukan pembangunan infrastruktur dan lain-lain, dan kita tahu diperlukan biaya, anggaran dana untuk itu. Sepanjang semuanya itu klop dengan tujuan dan sasaran yang kita capai, dengan kemampuan yang ada, serius kita, nyata dalam peningkatan anggaran, maka dianggap oleh mahasiswa, yaitu yang diharapkan oleh kalangan pendidikan.
Di sini bahkan tentu, ini saya salut ya mahasiswa ini, tentu tidak mungkin mengabaikan anggaran untuk pengurangan kemiskinan, untuk kesehatan, untuk lain-lain yang juga diperlukan oleh rakyat kita, seraya tetap memberikan porsi yang besar untuk pendidikan. Ini my thinking, ini yang saya lakukan, ini komunikasi dengan rakyat Indonesia, dengan kalangan Dewan Perwakilan Rakyat, dengan semua. Mari kita sangat serius, sangat peduli mengalokasikan anggaran yang tepat, terus naik, tetapi kenaikan itu terarah, nyampe betul pada sasarannya, tidak belok kesana kemari, tidak boros, kemudian betul-betul infrastruktur makin bagus, biaya bagi rakyat makin murah dan kemudian juga seperti buku dan lain-lain itu juga meringankan mahasiswa. Ini yang menurut saya kena dan itulah yang harus kita tuju.
Jadi ini saya teruskan kepada Mendiknas potret dicermati kembali, agar setiap tahun kenaikan anggaran pendidikan kita tahun 12,3% dari GDP, dari APBN kita. Mudah-mudahan betul-betul mencapai sasarannya. Saya juga akan mengikuti, Diknas mengikuti semuanya. Jangan sampai ada kesalahan penggunaan dana, karena sudah kita sisihkan dengan pendidikan seperti ini, makin tinggi, yang lain mengalah. Oleh karena itu, jangan sampai salah sasaran, jangan sampai tidak sesuai dengan yang kita harapkan.
Saya setuju dengan Saudara Mahasiswa dan di sini digarisbawahi, anggaran pendidikan yang proporsional tentunya dibarengi dengan perbaikan sistem dan penegakkan hukum. Maksudnya, jangan diselewengkan kesana, kemari, sistemnya harus bagus dan sampai pada sasarannya. Ini poin pertama yang diangkat.
Poin yang kedua adalah menyangkut RUU Badan Hukum Pendidikan. Di sini mahasiswa, saya baca di sini, memiliki pandangan yang kurang setuju atau tidak setuju dengan Badan Hukum Pendidikan ini. Ya Saudara-saudara, setiap policy, setiap model, setiap sistem yang baru dikenalkan selalu ada pro dan kontranya. Tidak ada satu model yang semuanya baik, plus, plus, plus, ada plus dan ada minusnya. Yang penting, mari kita yakini bahwa tujuan dan sasaran yang hendak dicapai benar, tepat, A, B, C, D, E, F. Misalkan, transparan, jangan gelap, jangan kemana ini, transparan contohnya, satu. Yang kedua, sesuai dengan kondisi kemampuan kita, jangan memaksakan sesuatu bagi mereka yang belum siap, jangan memaksakan sesuatu bagi mereka ternyata tidak memiliki komitmen untuk itu. Itu yang kedua. Yang ketiga, kekurangan-kekurangan atas sistem ini, wah ini bisa begini, begitu, begini. Mari kita tutup, carikan solusinya.
Oleh karena itu, baca nanti Saudara Mendiknas, ini masukan yang baik dari mahasiswa, tujuannya baik ya. Meskipun tidak setuju, tolak begitu, dengarkan subtansinya, kemudian yakinkan bahwa yang kita bahas, yang kita hadirkan dalam Undang-Undang nanti klop benar, membawa kebaikan, menutup kekurangan-kekurangan dan juga memberikan manfaat bagi semua, termasuk bagi mahasiswa.
Dua hal itu yang disampaikan oleh Pimpinan dan Anggota Badan Eksekutif Mahasiswa UNAIR. Saya tidak tahu apakah hadir di ruangan ini, tetapi saya hargai dan terima kasih atas kepedulian dan kontribusi para mashasiswa. Saya optimis kalau begini berpikirnya mahasiswa, insya Allah nanti akan menjadi pengganti-pengganti kita. Siapa tahu 30 tahun lagi ada mahasiswa yang berdiri di tempat ini, memberikan kuliah umum seperti ini dari UNAIR.
Yang terakhir, pesan kepada UNAIR, tetapi juga berlaku bagi para Pimpinan Perguruan Tinggi yang lain. Satu, teruslah berkarya, berkreasi, dan berprestasi. Saya catat 13 kali Pak Bambang Sudibyo mengatakan world class, world class terus tadi itu dan berprestasi. Mari kita menjadi world class university, jangan menjadi world class of corruption, jangan menjadi world class of violence. Kita hentikan semuanya itu, kita bikin negara kita bersih, masa depan kita bagus, orang respect pada Indonesia. Bisa, insya Allah bisa. Pengganti saya nanti, penggantinya lagi, memiliki komitmen, tanggung jawab untuk terus mencapai tujuan ini. Insya Allah bisa menjadi world class nation menjadi world class university dan lain-lain.
Yang kedua, jadilah center of excellence dan bangun keunggulan dan daya saing yang berkelanjutan. Kalau memori saya dulu yang menonjol Fakultas Kedokteran di sini. Sekarang saya kira banyak yang menonjol juga. Tapi punyalah trademark, punyalah keunggulan. Kalau ingin kedokteran masuk mana, begitu. Dan ini kepada Perguruan Tinggi dari daerah-daerah, Saudara harus punya keunggulan. Kalau misalnya Universitas Udayana mesti ada jurusan tourism, jurusan creative economy misalnya yang bagus. Contohnya seperti itu. Di Kalimantan Timur itu barangkali ada jurusan perminyakan, pertambangan. Jadi compatible dengan kebutuhan daerah. Di situlah Indonesia akan tumbuh semuanya, growth with equity akan terjadi karena konsepnya benar, membangunnya benar.
Yang ketiga, di samping berkontribusi kepada pembangunan nasional, berkontribusilah kepada pembangunan daerah. Saya kira Pak Imam Utomo akan senang sekali. Para Bupati, Walikota akan senang sekali, kalau Perguruan Tinggi juga berkontribusi untuk membangun Jawa Timur ini. Jawa Timur ini besar ya. Negara tetangga kita Timor Leste itu, penduduknya hanya 800 ribu. Pak Imam berapa penduduk Jawa Timur itu? Sekarang. Penduduk Jawa Timur berapa juta? 37 +1 mungkin ya. 37 juta +1, besar. Ini seperti negara di Eropa aja berapa kali lipatnya. Jadi musti jadi. Tidak usah memisahkan diri. Sekarang dalam era desentralisasi otonomi daerah, kalau sampai Presiden tidak meluluskan, kalau Pemerintah Pusat tidak memberikan ini, gini, kami akan keluar dari NKRI, janganlah. Para pendahulu Republik akan menangis, kita satu bangsa yang besar, bangsa yang berjuang, marilah kita pertahankan. Jangan dikit-dikit mau keluar dari NKRI.
Ada, mohon maaf ini. Saya ceritakan kembali. Ada seseorang kirim SMS ke pihak kami, masuk ke SMS isteri, karena tiap hari kami dapat puluhan SMS dari rakyat langsung, dapat belasan surat. Jadi sudah ada jutaan SMS selama 2 tahun ini yang masuk dan tiap minggu kita kategorisasikan berapa SMS, topiknya apa, berapa surat, PO Box 9949, topiknya apa, kita respon, kepada Menteri terkait, Gubernur, Bupati, Walikota. Salah satunya adalah seperti ini, Dengarkan baik-baik. “Pak SBY, tolong tangkap Bupati saya.��? Belum-belum sudah nangkap Bupati. Ini opo ini, karena korupsi. Akhirnya kita cek, negatif, nihil, karena kalau ada yang dianggap korupsi, entah Menteri, entah Anggota DPR, MPR, DPD, Gubernur, Bupati, Walikota, itu ijinnya kepada saya untuk memeriksa, yang mengirimkan Kapolri atau Jaksa Agung. Berarti kalau dari 2 pejabat tidak masuk, ya tidak masuk. Kirim jelaskan, sejauh ini tidak ada yang masuk ke Presiden. Oh, enggak puas. “Pokoknya harus ditangkap, dipenjara, karena Bupati saya itu korup, gini, gini, gini.��? Bapak lapor saja ke Kepolisian setempat. Entah bagaimana berguntung terus. Tahu berguntung? Akhirnya suatu saat, kalau Pak SBY benar-benar tidak menangkap Bupati saja, maka Kabupaten X, saya ndak sebutkan namanya Kabupatennya akan segera keluar dari NKRI.
Ya begini. Tetapi itulah aspirasi, itulah suara, itulah demokrasi. Kalau ada yang ingin keluar dari NKRI, dulunya pendekatan kita, wah ini membahayakan keutuhan, operasi, operasi militer, sekarang eranya lain. Kalau ada seperti itu, kita ada apa sih? Mungkin pendekatannya, pendekatan kesejahteraan, pendekatan keadilan, pendekatan solusi, kecuali yang memang benar-benar akan keluar dari NKRI, mengangkat senjata, ya siapapun yang jadi Presiden akan menegakkan kedaulatan dan keutuhan negara kita. Hukumnya begitu.
Yang terakhir, cetaklah putera-puteri bangsa yang cerdas dan berkarakter tangguh. Jangan menjadi bangsa yang cengeng, yang mudah menyerah, yang mengeluh, yang kebahagiaannya menyalahkan orang lain, yang sok. Harus menjadi bangsa yang tough, tough nation, bukan soft nation. Bisa. Dengan metodologi TK, SD, SMP, Universitas, bisa bikin manusia seperti itu.
Itulah yang saya sampaikan dan dengan pesan dan harapan itu, sekali lagi saya ucapkan selamat kepada UNAIR, terima kasih kepada UNAIR keluarga besar. Semoga UNAIR makin jaya dan Perguruan Tinggi yang lain jangan kecil hati, kalau Pak Bambang Sudibyo, “Pak SBY enggak usah didatangi, kalau mereka tidak menjadi world class��?, katanya tuh. Semua punya peluang, semua punya ruang untuk menjadi world class, asalkan bekerja sungguh-sungguh.
Untuk para mahasiswa, selamat belajar, selamat kuliah. Saya tunggu para mahasiswa di lapangan penugasan bersama-sama saya membangun negeri ini.
0 komentar:
Posting Komentar