Mewujudkan Sekolah Sehat
Lina Susanti, S.Pd Guru MI Jeungjingrigil dan SDN Sariwangi Kabupaten Bandung Barat
PROSES pendidikan di sekolah tidak hanya melahirkan generasi pintar, akan tetapi juga disertai dengan sehat jasmani dan rohaninya.Tak dapat dibantah bahwa aspek kesehatan sangat penting dalam kehidupan, termasuk dalam keberlangsungan proses pendidikan. Mengapa demikian? Karena bila kondisi peserta didik tidak sehat, dampaknya aktivitas belajar pun menjadi terhambat. Sebaliknya pula, jika kondisi kesehatan peserta didik terjaga dengan baik maka pembelajaran akan berlangsung secara baik pula karena para siswa secara optimal mampu menyerap ilmu pengetahuan.
Selain itu, dapat dikatakan bahwa antara pendidikan dan kesehatan memiliki hubungan dan berkaitan. Kesehatan merupakan prasyarat utama agar upaya pendidikan berhasil. Sebaliknya pendidikan yang diperoleh akan sangat mendukung tercapainya peningkatan status kesehatan seseorang. Pendek kata, sehat atau tidaknya lingkungan sekolah akan berdampak pada tinggi atau rendahnya efektivitas pembelajaran, absensi siswa, dan derajat kesehatan siswa.
Institusi sekolah sebagai lingkungan pendidikan formal, dipercaya akan membentuk perilaku dan pola pikir peserta didik. Sehingga untuk menanamkan perilaku hidup bersih dan sehat di kalangan siswa, maka mutlak untuk dilakukan sejak dini. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mencanangkan konsep sekolah sehat atau Health Promoting School. Program sekolah sehat itu menitikberatkan pada upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam meningkatkan derajat kesehatan peserta didiknya.
Mengutip pernyataan dari WHO, maka untuk menuju sekolah sehat harus memiliki enam ciri utama yaitu, pertama melibatkan peranan peserta didik, orang tua, dan para tokoh masyarakat maupun organisasi-organisasi di masyarakat.
Kedua, menciptakan lingkungan yang sehat dan aman, meliputi sanitasi dan air yang cukup, pekarangan sekolah yang aman dari segala bentuk kekerasan dan pengaruh negatif penyalahgunaan zat-zat berbahaya melalui bina suasana yang memedulikan pola asuh, rasa hormat, dan saling percaya.
Ketiga, memberikan pendidikan kesehatan sekolah melalui konten kurikulum yang mampu meningkatkan sikap dan perilaku sehat peserta didik, dan mengembangkan keterampilan hidup yang mendukung kesehatan fisik, mental dan sosial.
Keempat, bekerja sama dengan Puskesmas setempat, sekolah menyelenggarakan layanan kesehatan di antaranya berupa penjaringan kesehatan bagi siswa baru, diagnosis dini, pemantauan dan perkembangan, imunisasi, pengobatan sederhana dan pembuatan program-program makanan bergizi.
Kelima, menerapkan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan, termasuk mewujudkan proses belajar mengajar yang dapat menciptakan lingkungan psikososial yang sehat bagi seluruh warga sekolah. Dan yang keenam, berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan kesehatan masyarakat.
Masalah kesehatan yang dihadapi oleh siswa sangat kompleks dan bervariasi sehingga pembiasaan hidup sehat harus disesuaikan dengan tingkatan usia. Pada anak usia TK/SD berkaitan dengan kebersihan perorangan seperti gosok gigi, kebiasaan cuci tangan, serta kebersihan kuku dan rambut. Sedangkan pada anak usia SMP/SMA, berkaitan dengan perilaku merokok, penyalahgunaan narkotika, hamil di luar nikah, abortus, penularan HIV/AIDS, reproduksi remaja, stress dan trauma.
Siapapun sepakat bahwa anak sekolah perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya. Pembiasaan perilaku sehat di kalangan anak sekolah akan membentuk mereka untuk memiliki kemampuan dan kemandirian dalam mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam mewujudkan hidup sehat di lingkungan keluarga dan masyarakat. Pengembangan program sekolah sehat harus terus diperluas, tak hanya cukup dalam bentuk perlombaan antarsekolah yang bersifat seremonial dan tak berkelanjutan.
Sejatinya, sekolah harus menjadi pusat pembelajaran kesehatan, penanaman nilai dan pembiasaan hidup sehat. Oleh karena itu guru, orang tua serta masyarakat seyogyanya memberikan keteladanan agar ditiru oleh anak didiknya. Karena membentuk generasi pintar dan sehat, tak hanya cukup lewat instruksi.
Kelemahan kita sebagai orang dewasa adalah seringkali kuat dalam instruksi, namun lemah dalam penerapan. Keteladanan dan kesinambungan adalah kata kunci untuk lahirnya generasi muda yang cerdas secara emosional dan sehat secara fisik. (*)
0 komentar:
Posting Komentar