DIBALIK PIKET KELAS

On Jumat, 17 Februari 2017 0 komentar






DIBALIK PIKET KELAS
( SEKEDAR CURAHAN HATI )
DODI INDRA,S.S

“Kelas kotor berantakan gini, Gimana kita mau belajar?”
 “Tak ada yang piketkah hari ini?
“Daftar piket sudah dibuat namun tidak dijalankan,  lalu untuk apa daftar piket dipajang di dinding kelas?”
Itu mungkin omelan- omelan  guru ketika mendapati kelas yang dia masuki kotor dan berantakan. Kelas yang betul – betul tidak nyaman untuk belajar. Piket kelas tidak berjalan dengan semestinya. Piket kelas merupakan salah satu tanggungjawab dan kewajiban peserta didik di sekolah. Masih banyak sekolah – sekolah yang menerapkan piket kelas  dengan alasan untuk menumbuhkan tanggungjawab, kepedulian, kerjasama, dan tentu saja cinta akan kebersihan. Piket kelas diwajibkan untuk semua peserta didik baik laki – laki maupun perempuan. Dengan arahan dan berdasarkan musyawarah, wali kelas dan peserta didik diserahi tugas piket berdasarkan kebutuhan kelas.
Tugas piket kelas yang paling utama adalah menyapu kelas, mengelap meja, kursi dan kaca serta menghapus papan tulis. Ada juga sebagian kelas yang menambahkan dengan menyiram bunga – bunga di sekitar kelas dan mengepel lantai. Peserta didik laki – laki biasanya bertugas  mengangkat kursi ke atas meja, membershkan kaca, menghapus papan tulis dan menyiram bunga. Sedangkan peserta didik perempuan bertugas menyapu, mengelapa meja dan kursi serta merapikannya.
Daftar piket kelas pun di susun dengan pertimbangan yang sebijakbijaknya. Setiap peserta didik mendapat giliran satu hari dalam seminggu. Setiap hari ada sekitar 5 – 7 peserta didik yang bertugas. Ini pun disesuaikan dengan jumlah peserta didik yang ada di dalam kelas tersebut.
Namun, seringkali guru – guru mengeluh.
 “Kelasnya kok kotor sekali?”
“Apa kalian tidak piket tadi?”
“Lihat debu di meja. Belum di lap ya?”
“Masya Allah tebalnya debu di kaca kelas kalian!”
“ Duh sayangnya. Bunga secantik ini jadi kering kerontang karena tidak di siram.”
Kalimat – kalimat seperti ini tentu saja tidak hanya sekedar keluhan belaka. Wali kelas dan guru – guru tentunya sudah berusaha memberi arahan, contoh, nasehat, sindiran dan perintah bahkan ancaman kepada peserta didik yang tidak melaksanakan tugas piket kelasnya. Tapi sampai saat ini belumnampak perubahan. Salahnya dimana? Caranyakah yang belum tepat? Bagaimana cara efektif dan efisennya? Siapa sih yang salah dan dipersalahkan?
Guru.
Pantaskah guru yang disalahkan pada kasus ini. Wali kelas dan guru yang kurang peduli mungkin bisa ditunjuk sebagai oknum yang membiarkan kelasnya kotor. Tapi bagaimana dengan guru – guru yang telah berbuih mulutnya memperingatkan peserta didik untuk membersihkan kelas. Bahkan tidak jarang guru – guru tersebut turun tangan langsung memberikan contoh. Apakah setiap saat sang guru harus memperingatkan peserta didik untuk piket kelas? Mirisnya lagi, ada guru yang diberi gelar “Hantu piket” atau “ Awas, Pak X datang. Kita disuruh bersih – bersih nanti!”
Bagaimana dengan peserta didiknya? Peserta didik yang nota bene penghuni tetap di kelas itu, sewajarnyalah menjaga kebersihan dan kenyamanan kelasnya. Kelas yang bersih, nyaman, dan enak di pandang akan memberikan motivasi, inspirasi dan kebetahan bagi penghuninya. Sayang seribu sayang, masih ada peserta didik yang kurang peduli bahkan tidak mau peduli dengan masalah ini.
“Ngapain kita piket?
“Ngak ah, secantik ini masak aku harus nyapu.”
“Sorry la ya. Aku yang ngelap debu. Jijai”
“Ngak mau ah. Aku belum pernah ngepel lantai.”
“Nyiram bunga? Itu kan tugasnya pembantu aku. Ngak mau ah”
Alamak.... Itu kalimat – kalimat peserta didik yang kerap kita dengar. Apakah ini perbedaan norma, budaya dan pola pikir zaman sekarang dibanding dengan zaman kita sekolah dulu. Makin canggih peradapan dunia maka akan pudarkah rasa peduli dan hilang rasa tanggung jawab?
Fenomena ini tidak hanya terjadi di satu sekolah. Penulis yakin banyak sekolah di negeri ini yang mengalami problem yang sama. Iyalah sekolah elite yang memfasilitasi peserta didik dengan segala kemudahan dan sarana prasarana yang lengkap. Bagaimana dengan sekolah  biasa yang mengalami banyak keterbatasan? Memang ada sekolah yang tidak lagi menugaskan peserta didik untuk piket kelas karena mereka telah menggaji orang untuk melakukan itu. Lalu bagaimana sekolah yang belum mampu membayar orang untuk membersihkannya?
Peran orang tua ternyata menjadi faktor utama yang sangat  penting   untuk menumbuhkan kesadaran dalam melaksanakan kewajiban ini. Orang tua mengajarkan anaknya untuk berprilaku bersih di rumah. Membersihkan kamarnya sendiri adalah tanggung jawab anak itu sendiri. Selain itu, anak juga dididik sedini mungkin untuk membantu orang tuanya melakukan pekerjaan – pekerjaan rumah seperti menyapu, mencuci piring, membersihkan halaman dan merawat tanaman. Dengan memberikan tugas – tugas sederhana tersebut diharapkan anak terbiasa dan kebiasaan ini akan terbawa ke sekolah. Mereka dengan senang hati membersihkan sekolah dan kelas mereka sehingga akan terciptalah kelas yang indah, bersih, dan nyaman. Kelas yang kondusif tentu berpengaruh terhadap daya tangkap peserta didik.
Peran guru dan orang tua sangat berpengaruh dalam menciptakan prilaku siswa. Untuk itu guru dan orang tua sewajarnyalah bersinergi untuk menumbuhkembangkan prilaku – prilaku baik tersebut. Ingat! Peserta didik lebih lama tinggal dirumah dari pada disekolah. Sekolah tidak hanya tempat menimba ilmu tetapi juga sarana untuk menumbuhkan karakter, sikap dan kebiasaan baik. Guru dan orang tua tentunya jangan kapok memberi arahan, dukungan, dan nasehat untuk peserta didiknya. Semoga kesabaran dan keikhlasan kita mampu menciptakan generasi yang lebih baik.  Generasi yang peduli lingkungan dan cinta kebersihan. Semoga.

0 komentar:

Posting Komentar