DIBALIK PIKET KELAS
( SEKEDAR CURAHAN HATI )
DODI INDRA,S.S
“Kelas kotor berantakan gini, Gimana
kita mau belajar?”
“Tak
ada yang piketkah hari ini?
“Daftar piket sudah dibuat namun tidak
dijalankan, lalu untuk apa daftar piket
dipajang di dinding kelas?”
Itu mungkin omelan- omelan guru ketika mendapati kelas yang dia masuki
kotor dan berantakan. Kelas yang betul – betul tidak nyaman untuk belajar.
Piket kelas tidak berjalan dengan semestinya. Piket kelas merupakan salah satu
tanggungjawab dan kewajiban peserta didik di sekolah. Masih banyak sekolah –
sekolah yang menerapkan piket kelas dengan alasan untuk menumbuhkan tanggungjawab,
kepedulian, kerjasama, dan tentu saja cinta akan kebersihan. Piket kelas
diwajibkan untuk semua peserta didik baik laki – laki maupun perempuan. Dengan
arahan dan berdasarkan musyawarah, wali kelas dan peserta didik diserahi tugas
piket berdasarkan kebutuhan kelas.
Tugas piket kelas yang paling utama
adalah menyapu kelas, mengelap meja, kursi dan kaca serta menghapus papan
tulis. Ada juga sebagian kelas yang menambahkan dengan menyiram bunga – bunga
di sekitar kelas dan mengepel lantai. Peserta didik laki – laki biasanya
bertugas mengangkat kursi ke atas meja,
membershkan kaca, menghapus papan tulis dan menyiram bunga. Sedangkan peserta
didik perempuan bertugas menyapu, mengelapa meja dan kursi serta merapikannya.
Daftar piket kelas pun di susun dengan
pertimbangan yang sebijakbijaknya. Setiap peserta didik mendapat giliran satu
hari dalam seminggu. Setiap hari ada sekitar 5 – 7 peserta didik yang bertugas.
Ini pun disesuaikan dengan jumlah peserta didik yang ada di dalam kelas
tersebut.
Namun, seringkali guru – guru mengeluh.
“Kelasnya kok kotor sekali?”
“Apa kalian tidak piket tadi?”
“Lihat debu di meja. Belum di lap ya?”
“Masya Allah tebalnya debu di kaca kelas
kalian!”
“ Duh sayangnya. Bunga secantik ini jadi
kering kerontang karena tidak di siram.”
Kalimat – kalimat seperti ini tentu saja
tidak hanya sekedar keluhan belaka. Wali kelas dan guru – guru tentunya sudah
berusaha memberi arahan, contoh, nasehat, sindiran dan perintah bahkan ancaman
kepada peserta didik yang tidak melaksanakan tugas piket kelasnya. Tapi sampai
saat ini belumnampak perubahan. Salahnya dimana? Caranyakah yang belum tepat?
Bagaimana cara efektif dan efisennya? Siapa sih yang salah dan dipersalahkan?
Guru.
Pantaskah guru yang disalahkan pada
kasus ini. Wali kelas dan guru yang kurang peduli mungkin bisa ditunjuk sebagai
oknum yang membiarkan kelasnya kotor. Tapi bagaimana dengan guru – guru yang
telah berbuih mulutnya memperingatkan peserta didik untuk membersihkan kelas.
Bahkan tidak jarang guru – guru tersebut turun tangan langsung memberikan
contoh. Apakah setiap saat sang guru harus memperingatkan peserta didik untuk
piket kelas? Mirisnya lagi, ada guru yang diberi gelar “Hantu piket” atau “
Awas, Pak X datang. Kita disuruh bersih – bersih nanti!”
Bagaimana dengan peserta didiknya?
Peserta didik yang nota bene penghuni tetap di kelas itu, sewajarnyalah menjaga
kebersihan dan kenyamanan kelasnya. Kelas yang bersih, nyaman, dan enak di
pandang akan memberikan motivasi, inspirasi dan kebetahan bagi penghuninya.
Sayang seribu sayang, masih ada peserta didik yang kurang peduli bahkan tidak
mau peduli dengan masalah ini.
“Ngapain kita piket?
“Ngak ah, secantik ini masak aku harus
nyapu.”
“Sorry la ya. Aku yang ngelap debu.
Jijai”
“Ngak mau ah. Aku belum pernah ngepel
lantai.”
“Nyiram bunga? Itu kan tugasnya pembantu
aku. Ngak mau ah”
Alamak.... Itu kalimat – kalimat peserta
didik yang kerap kita dengar. Apakah ini perbedaan norma, budaya dan pola pikir
zaman sekarang dibanding dengan zaman kita sekolah dulu. Makin canggih
peradapan dunia maka akan pudarkah rasa peduli dan hilang rasa tanggung jawab?
Fenomena ini tidak hanya terjadi di satu
sekolah. Penulis yakin banyak sekolah di negeri ini yang mengalami problem yang
sama. Iyalah sekolah elite yang memfasilitasi peserta didik dengan segala
kemudahan dan sarana prasarana yang lengkap. Bagaimana dengan sekolah biasa yang mengalami banyak keterbatasan?
Memang ada sekolah yang tidak lagi menugaskan peserta didik untuk piket kelas
karena mereka telah menggaji orang untuk melakukan itu. Lalu bagaimana sekolah
yang belum mampu membayar orang untuk membersihkannya?
Peran orang tua ternyata menjadi faktor
utama yang sangat penting untuk menumbuhkan kesadaran dalam
melaksanakan kewajiban ini. Orang tua mengajarkan anaknya untuk berprilaku bersih
di rumah. Membersihkan kamarnya sendiri adalah tanggung jawab anak itu sendiri.
Selain itu, anak juga dididik sedini mungkin untuk membantu orang tuanya
melakukan pekerjaan – pekerjaan rumah seperti menyapu, mencuci piring,
membersihkan halaman dan merawat tanaman. Dengan memberikan tugas – tugas
sederhana tersebut diharapkan anak terbiasa dan kebiasaan ini akan terbawa ke
sekolah. Mereka dengan senang hati membersihkan sekolah dan kelas mereka
sehingga akan terciptalah kelas yang indah, bersih, dan nyaman. Kelas yang kondusif
tentu berpengaruh terhadap daya tangkap peserta didik.
Peran guru dan orang tua sangat berpengaruh
dalam menciptakan prilaku siswa. Untuk itu guru dan orang tua sewajarnyalah
bersinergi untuk menumbuhkembangkan prilaku – prilaku baik tersebut. Ingat!
Peserta didik lebih lama tinggal dirumah dari pada disekolah. Sekolah tidak
hanya tempat menimba ilmu tetapi juga sarana untuk menumbuhkan karakter, sikap
dan kebiasaan baik. Guru dan orang tua tentunya jangan kapok memberi arahan,
dukungan, dan nasehat untuk peserta didiknya. Semoga kesabaran dan keikhlasan
kita mampu menciptakan generasi yang lebih baik. Generasi yang peduli lingkungan dan cinta
kebersihan. Semoga.
0 komentar:
Posting Komentar