SURAT CINTA UNTUK PESERTA DIDIKKU
DODI INDRA, S.S
Anak-anakku,
membaca surat cintamu. Bergetar hatiku. Tergerak tanganku menulis balasan
suratmu. Inilah surat cintaku untukmu.
Anakku,
Guru
berdiri di tengah lapangan, dan peserta didik memberi penghormatan, itu bukan karena
guru haus kehormatan, tetapi karena peserta didik sedang diajar untuk tahu
menghormati.
Guru
mengajar didepan kelas, peserta didik diminta memperhatikan, bukan karena guru
tak tahu metode mengajar, tetapi karena peserta didik sedang diajar untuk menghargai
orang lain.
Guru
memberikan Pekerjaan Rumah, peserta didik diminta menyelesaikan, bukan karena
guru memberi beban tambahan, tetapi karena peserta didik sedang diajar untuk bisa
mengisi waktu berkualitas.
Guru
merobek kertas ujian karena menyontek saat ujian, peserta didik diminta
mengikuti ujian susulan, bukan karena guru berlaku jahat, tetapi karena peserta
didik sedang diajar pentingnya kejujuran.
Guru
membuat Daftar piket untuk kebersihan, peserta didik diminta membersihkan
lingkungan, bukan karena guru mau seenaknya memerintah, tetapi karena peserta
didik diajar untuk bisa bertanggung jawab.
Guru
berbicara keras karena peserta didik kurang memperhatikan, bukan karena guru
benci, tetapi karena peserta didik sedang diajar untuk sadar akan kesalahan.
Guru
memberi hukuman, bukan karena guru tak punya kasih sayang, tetapi karena peserta
didik sedang diajar mengakui kesalahan.
Guru
melarang peserta didik melakukan hal-hal yang terlihat asyik, bukan karena guru
tak mengerti kesenangan peserta didik, tetapi karena peserta didik sedang
diajar untuk melihat masa depan lebih baik.
CURHATKU,
DARI
ORANG YANG KAU PANGGIL GURU
Oleh : DODI INDRA
Untukmu duhai anak-anakku
Dengarlah curahan isi hatiku
Orang yang kau panggil guru
Anakku,
tidakkah kau tahu?
Disaat
embun masih menetes di lembaran daun
pohon waru
Dikala mentari enggan
menampakkan diri malu – malu
Kubangun
buka mata menyambut azan Shubuh yang mengalun syahdu
Kuayun
langkah kaki terburu buru
Mengejar bel
berbunyi penanda waktu
Terbayang
senyum di bibirmu
Menyambut hangat kedatanganku
di depan pintu
Harapku
Kau
akan jawab salamku
dengan kompak menyeru
Ucapan lembut sapamu menyejukkan kalbu
Namun...
Ternyata itu hanya ilusi,
mimpi harapan palsu
Engkau
sibuk membuat PR Matematika dari temanku
Hingga
kau tak sadar aku
telah menatapmu
Dari lima menit
yang lalu
Anakku,
Kucoba
sabar memberi ilmu
Disaat engkau tak
peduli tak
mau tahu
Kudorong
memotivasimu
Dikala engkau
merasa tak mampu
Dengan
keikhlasan aku mendidikmu
Kuteladankan santun
lisan sopan berprilaku
Dengan
cinta aku bimbing
tanganmu
Saat kau bingung
arah mana hendak dituju
Dalam
cercaan, makian, hinaan, cibiran menusuk kalbu
Aku tetap tegar
kokoh digugu
Dalam
tekanan, paksaan, ancaman, sakit ngilu
Aku tetap setia
disampingmu
Walau badanku makin lemah tulang pegal linu
Ku tetap bangkit sembunyikan malas dan juga malu
Karena
itulah darmaku
Sebagai seorang
guru
Seorang guru
Anakku,
Ku marah karena ku
ingin kau terarah
Ku menghardik karena ku ingin
kau pintar dan cerdik
Ku
bicara nyinyir karena
kau lamban berfikir
Ku
cubit pertanda ku sayang bukannya
genit
Ku
diam pertanda aku
mulai tak senang
Ku
sabar walau kau tak sadar – sadar
Akhirnya
ku cuek, tak ambil peduli walau kau
ejek
Karena
sikapmu sudah tak Wajar bahkan kurang
ajar
Anakku
Aku
bukanlah orang hebat
Ku
tak punya harta, kuasa, apalagi dekingan pejabat
Aku orang biasa, hanya rakyat jelata
Yang terkadang lupa sesekali juga berdusta
Anak – anakku
Aku
hanya memberi motivasi,
engkau yang berprestasi
Aku
hanya mengispirasi, engkau yang berkibar di tiang tertinggi
Ku
coba beri pelita, engkau yang gemerlap
gempita
Ku
coba beri warna, engkau yang akan bereuforia
Ku tunjukkan arah engkau yang berjalan gagah
Ku sarankan proses engkau yang menggapai sukses
Anakku
,
Aku
bukanlah pesulap
Sim
salabim tercipta
siswa berbudi mulia
Abra
kadabra terbentuk
insan cendikia
Sekejap
mata,muncul siswa berbakat, beraneka keterampilannya
Tidak...
Aku
bukan pesulap anakku
Aku
hanya guru.
Hanya
seorang guru.
Taklah
ku mampu ubah pesimis jadi optimis
Tak
lah ku bisa ubah, getir menjadi manis
Walau
tertatih, merintih, mengais, histeris
Meski
pasang wajah bengis, sadis, sampai
melankolis
Aku akan tetap begini,
engkaulah yang akan bermetamorphosis
Anakku,
Aku juga bukan malaikat
Harus
tersenyum manis, walau hati teriris
Tak
boleh pesimis, walau sering tak digubris
Harus
selalu empati walau
sering tak dapat simpati
Berpenampilan
rapi bukan sekedar mandi dua kali sehari
Bukan
sekedar absensi tetapi harus ukir prestasi, berdedikasi
Aku bukan malaikat anakku
Tak boleh salah walau terkadang kehilangan arah
Harus selalu riang walau hati terluka parah
Tak
boleh mengeluh, harus tegar, dalam keringat berpeluh
Tak
boleh menggerutu, walau kalian bikin hatiku ngilu
Anakku
Aku
bukanlah siapa siapa
Aku
ini hanya gurumu
Hanya
gurumu
Gurumu
Sampai
kau tamat, terima ijazah dan SKHU
Salam terakhir kau pun berlalu
Setelah
itu
Hanya tuhanlah
yang tahu