KISAH NABI NUH AS DAN ANAKNYA KAN’AN

On Senin, 10 Maret 2025 0 komentar

 


KISAH NABI NUH AS 

DAN ANAKNYA KAN’AN

 

Nabi Nuh AS adalah salah satu nabi yang diutus oleh Allah SWT untuk mengajak kaumnya kepada tauhid, yaitu menyembah hanya kepada Allah dan meninggalkan penyembahan berhala. Namun, kaumnya menolak seruannya, termasuk anaknya sendiri, Kan’an, yang memilih untuk tetap dalam kekafiran. Kisah Nabi Nuh AS dan anaknya Kan’an mengandung banyak pelajaran tentang keimanan, kesabaran, dan takdir Allah SWT.

 

Dakwah Nabi Nuh AS yang Ditolak Kaumnya

Nabi Nuh AS diutus oleh Allah kepada kaumnya yang tenggelam dalam kesesatan dan penyembahan berhala. Beliau berdakwah selama 950 tahun dengan penuh kesabaran, mengajak mereka untuk meninggalkan berhala dan menyembah Allah. Namun, hanya sedikit yang mau beriman. Sebagian besar menolak dengan sombong, bahkan mengejek dan menyiksa beliau.

Allah SWT berfirman:

"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu ia tinggal di antara mereka selama sembilan ratus lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka orang-orang yang zalim." (QS. Al-Ankabut: 14)

Orang-orang yang menolak ajakan Nabi Nuh mencemooh beliau dan berkata, "Apakah kami harus mengikuti seorang manusia biasa seperti kami?" (QS. Al-Qamar: 24).

Mereka juga berkata, "Wahai Nuh! Jika dakwahmu benar, datangkanlah azab yang engkau ancamkan kepada kami!" (QS. Hud: 32).

Karena kebanyakan orang menolak, termasuk anaknya sendiri, Nabi Nuh akhirnya berdoa kepada Allah agar menimpakan azab kepada kaum yang kafir.

  


Perintah Allah untuk Membuat Kapal

Allah SWT lalu memberi wahyu kepada Nabi Nuh AS untuk membuat sebuah kapal besar sebagai persiapan menghadapi banjir besar yang akan datang. Nabi Nuh mulai membangun kapal tersebut di tempat yang jauh dari laut. Hal ini semakin membuat kaumnya mengejeknya.

"Dan mulailah dia membuat kapal. Setiap kali pemuka kaumnya melewati Nuh, mereka mencemoohnya." (QS. Hud: 38)

Namun, Nabi Nuh tetap sabar dan melanjutkan pekerjaannya, mengikuti perintah Allah. Setelah kapal selesai, Allah memerintahkannya untuk membawa orang-orang yang beriman serta sepasang dari setiap jenis makhluk hidup ke dalam kapal.

 

Banjir Besar Melanda dan Kan’an Menolak Naik Kapal

Setelah semua orang beriman dan hewan-hewan telah masuk ke dalam kapal, Allah SWT mulai menurunkan hujan deras. Air juga menyembur dari bumi hingga terjadi banjir besar yang menenggelamkan seluruh daratan.

Saat itu, Nabi Nuh melihat anaknya, Kan’an, yang masih berada di luar kapal. Nabi Nuh, dengan penuh kasih sayang sebagai seorang ayah, memanggilnya dan berkata:

"Wahai anakku, naiklah bersama kami dan janganlah engkau bersama orang-orang kafir!" (QS. Hud: 42)

Namun, Kan’an dengan angkuhnya menolak ajakan ayahnya. Ia berkata:

"Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat menjagaku dari air bah ini!" (QS. Hud: 43)

Nabi Nuh dengan sedih menjawab, "Tidak ada yang bisa selamat dari azab Allah kecuali orang-orang yang dirahmati-Nya."

Namun, Kan’an tetap keras kepala dan menolak naik ke kapal. Lalu, ombak besar datang dan menenggelamkannya.

"Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya, maka jadilah Kan’an termasuk orang-orang yang ditenggelamkan." (QS. Hud: 43)

 

Nabi Nuh Memohon kepada Allah untuk Menyelamatkan Anaknya

Setelah banjir mereda, Nabi Nuh AS merasa sangat sedih atas kematian anaknya. Ia lalu berdoa kepada Allah:

"Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan janji-Mu adalah benar, dan Engkau adalah Hakim yang paling adil." (QS. Hud: 45)

Namun, Allah SWT menjawab:

"Wahai Nuh, sesungguhnya dia bukan termasuk keluargamu (dalam keimanan), karena perbuatannya tidak baik. Maka janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahuinya. Aku memperingatkanmu agar kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan." (QS. Hud: 46)

Nabi Nuh pun menyadari bahwa ikatan darah tidak bisa mengalahkan ikatan keimanan. Ia lalu berkata:

"Ya Tuhanku, aku berlindung kepada-Mu dari memohon sesuatu yang aku tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Jika Engkau tidak mengampuniku dan memberi rahmat kepadaku, niscaya aku termasuk orang-orang yang merugi." (QS. Hud: 47)

Setelah kejadian itu, air mulai surut, dan Nabi Nuh AS serta orang-orang beriman keluar dari kapal untuk memulai kehidupan baru di bumi yang telah dibersihkan dari orang-orang zalim.

 

Hikmah dari Kisah Nabi Nuh AS dan Kan’an

Kisah ini mengandung banyak pelajaran berharga, di antaranya:

1. Keimanan Lebih Penting daripada Ikatan Darah

Allah SWT menegaskan bahwa Kan’an bukan termasuk keluarga Nabi Nuh dalam hal keimanan. Ini menunjukkan bahwa yang paling penting dalam kehidupan adalah iman kepada Allah, bukan sekadar hubungan darah.

2. Kesombongan Membawa Kehancuran

Kan’an menolak ajakan ayahnya karena merasa bisa menyelamatkan dirinya sendiri. Namun, kesombongannya justru membawanya kepada kebinasaan.

3. Kesabaran dalam Berdakwah

Nabi Nuh berdakwah selama 950 tahun, meskipun hanya sedikit yang mengikuti. Ini mengajarkan kita untuk tetap bersabar dalam menyampaikan kebenaran.

4. Tidak Ada yang Bisa Menghindari Azab Allah

Banjir besar adalah bukti bahwa tidak ada yang bisa lari dari ketetapan Allah. Kan’an mengira bahwa gunung bisa menyelamatkannya, tetapi ternyata hanya Allah yang bisa menyelamatkan hamba-Nya.

5. Pentingnya Tawakal kepada Allah

Nabi Nuh AS mengikuti semua perintah Allah tanpa ragu, bahkan ketika diperintah untuk membuat kapal di daratan. Ini mengajarkan kita untuk selalu percaya kepada Allah.

 

Kisah Nabi Nuh dan anaknya Kan’an adalah pelajaran tentang keimanan dan ketundukan kepada Allah SWT. Seorang nabi pun tidak bisa menyelamatkan anaknya sendiri jika ia menolak beriman. Hal ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa keselamatan sejati hanya bisa didapatkan dengan beriman dan taat kepada Allah.

Semoga kisah ini bisa menjadi pelajaran bagi kita semua agar selalu berpegang teguh pada keimanan dan tidak sombong dalam menghadapi peringatan Allah. Aamiin

 


0 komentar:

Posting Komentar