KISAH NABI NUH AS
DAN ANAKNYA KAN’AN
Nabi
Nuh AS adalah salah satu nabi yang diutus oleh Allah SWT untuk mengajak kaumnya
kepada tauhid, yaitu menyembah hanya kepada Allah dan meninggalkan penyembahan
berhala. Namun, kaumnya menolak seruannya, termasuk anaknya sendiri, Kan’an,
yang memilih untuk tetap dalam kekafiran. Kisah Nabi Nuh AS dan anaknya Kan’an
mengandung banyak pelajaran tentang keimanan, kesabaran, dan takdir Allah SWT.
Dakwah Nabi Nuh AS yang Ditolak Kaumnya
Nabi
Nuh AS diutus oleh Allah kepada kaumnya yang tenggelam dalam kesesatan dan
penyembahan berhala. Beliau berdakwah selama 950 tahun dengan penuh
kesabaran, mengajak mereka untuk meninggalkan berhala dan menyembah Allah.
Namun, hanya sedikit yang mau beriman. Sebagian besar menolak dengan sombong,
bahkan mengejek dan menyiksa beliau.
Allah
SWT berfirman:
"Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu ia tinggal di antara
mereka selama sembilan ratus lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir
besar, dan mereka orang-orang yang zalim." (QS. Al-Ankabut: 14)
Orang-orang
yang menolak ajakan Nabi Nuh mencemooh beliau dan berkata, "Apakah kami
harus mengikuti seorang manusia biasa seperti kami?" (QS. Al-Qamar:
24).
Mereka
juga berkata, "Wahai Nuh! Jika dakwahmu benar, datangkanlah azab yang
engkau ancamkan kepada kami!" (QS. Hud: 32).
Karena
kebanyakan orang menolak, termasuk anaknya sendiri, Nabi Nuh akhirnya berdoa
kepada Allah agar menimpakan azab kepada kaum yang kafir.
Perintah Allah untuk Membuat Kapal
Allah
SWT lalu memberi wahyu kepada Nabi Nuh AS untuk membuat sebuah kapal besar
sebagai persiapan menghadapi banjir besar yang akan datang. Nabi Nuh mulai
membangun kapal tersebut di tempat yang jauh dari laut. Hal ini semakin membuat
kaumnya mengejeknya.
"Dan
mulailah dia membuat kapal. Setiap kali pemuka kaumnya melewati Nuh, mereka
mencemoohnya." (QS. Hud: 38)
Namun,
Nabi Nuh tetap sabar dan melanjutkan pekerjaannya, mengikuti perintah Allah.
Setelah kapal selesai, Allah memerintahkannya untuk membawa orang-orang yang
beriman serta sepasang dari setiap jenis makhluk hidup ke dalam kapal.
Banjir Besar Melanda dan Kan’an Menolak Naik Kapal
Setelah
semua orang beriman dan hewan-hewan telah masuk ke dalam kapal, Allah SWT mulai
menurunkan hujan deras. Air juga menyembur dari bumi hingga terjadi banjir
besar yang menenggelamkan seluruh daratan.
Saat
itu, Nabi Nuh melihat anaknya, Kan’an, yang masih berada di luar kapal.
Nabi Nuh, dengan penuh kasih sayang sebagai seorang ayah, memanggilnya dan
berkata:
"Wahai
anakku, naiklah bersama kami dan janganlah engkau bersama orang-orang
kafir!" (QS. Hud: 42)
Namun,
Kan’an dengan angkuhnya menolak ajakan ayahnya. Ia berkata:
"Aku
akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat menjagaku dari air bah
ini!" (QS. Hud: 43)
Nabi
Nuh dengan sedih menjawab, "Tidak ada yang bisa selamat dari azab Allah
kecuali orang-orang yang dirahmati-Nya."
Namun,
Kan’an tetap keras kepala dan menolak naik ke kapal. Lalu, ombak besar datang
dan menenggelamkannya.
"Dan
gelombang menjadi penghalang antara keduanya, maka jadilah Kan’an termasuk
orang-orang yang ditenggelamkan."
(QS. Hud: 43)
Nabi Nuh Memohon kepada Allah untuk Menyelamatkan Anaknya
Setelah
banjir mereda, Nabi Nuh AS merasa sangat sedih atas kematian anaknya. Ia lalu
berdoa kepada Allah:
"Ya
Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan janji-Mu adalah benar,
dan Engkau adalah Hakim yang paling adil." (QS. Hud: 45)
Namun,
Allah SWT menjawab:
"Wahai
Nuh, sesungguhnya dia bukan termasuk keluargamu (dalam keimanan), karena
perbuatannya tidak baik. Maka janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang
kamu tidak mengetahuinya. Aku memperingatkanmu agar kamu jangan termasuk
orang-orang yang tidak berpengetahuan."
(QS. Hud: 46)
Nabi
Nuh pun menyadari bahwa ikatan darah tidak bisa mengalahkan ikatan keimanan.
Ia lalu berkata:
"Ya
Tuhanku, aku berlindung kepada-Mu dari memohon sesuatu yang aku tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Jika Engkau tidak mengampuniku dan memberi rahmat
kepadaku, niscaya aku termasuk orang-orang yang merugi." (QS. Hud: 47)
Setelah
kejadian itu, air mulai surut, dan Nabi Nuh AS serta orang-orang beriman keluar
dari kapal untuk memulai kehidupan baru di bumi yang telah dibersihkan dari
orang-orang zalim.
Hikmah dari Kisah Nabi Nuh AS dan Kan’an
Kisah
ini mengandung banyak pelajaran berharga, di antaranya:
1. Keimanan Lebih Penting daripada Ikatan Darah
Allah
SWT menegaskan bahwa Kan’an bukan termasuk keluarga Nabi Nuh dalam hal
keimanan. Ini menunjukkan bahwa yang paling penting dalam kehidupan adalah iman
kepada Allah, bukan sekadar hubungan darah.
2. Kesombongan Membawa Kehancuran
Kan’an
menolak ajakan ayahnya karena merasa bisa menyelamatkan dirinya sendiri. Namun,
kesombongannya justru membawanya kepada kebinasaan.
3. Kesabaran dalam Berdakwah
Nabi
Nuh berdakwah selama 950 tahun, meskipun hanya sedikit yang mengikuti. Ini
mengajarkan kita untuk tetap bersabar dalam menyampaikan kebenaran.
4. Tidak Ada yang Bisa Menghindari Azab Allah
Banjir
besar adalah bukti bahwa tidak ada yang bisa lari dari ketetapan Allah. Kan’an
mengira bahwa gunung bisa menyelamatkannya, tetapi ternyata hanya Allah yang
bisa menyelamatkan hamba-Nya.
5. Pentingnya Tawakal kepada Allah
Nabi
Nuh AS mengikuti semua perintah Allah tanpa ragu, bahkan ketika diperintah
untuk membuat kapal di daratan. Ini mengajarkan kita untuk selalu percaya
kepada Allah.
Kisah
Nabi Nuh dan anaknya Kan’an adalah pelajaran tentang keimanan dan ketundukan
kepada Allah SWT. Seorang nabi pun tidak bisa menyelamatkan anaknya sendiri
jika ia menolak beriman. Hal ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa
keselamatan sejati hanya bisa didapatkan dengan beriman dan taat kepada Allah.
Semoga
kisah ini bisa menjadi pelajaran bagi kita semua agar selalu berpegang teguh
pada keimanan dan tidak sombong dalam menghadapi peringatan Allah. Aamiin
0 komentar:
Posting Komentar